Ketika fajar pagi mulai menyingsing. Ketika masing-masing individu mulai disibukkan dengan aktivitas hariannya. Baik itu aktivitas rutinan maupun aktivitas baru. Ketika seekor induk yang mulai berjuang mencarikan makanan untuk sang anak. Ketika seorang pencari ilmu yang mulai sibuk dengan persiapan menuntut ilmunya. Ketika seorang Ibu rumah tangga yang mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangganya. Ketika seorang ayah yang mulai mempersiapkan diri mencari nafkah demi keluarganya. Ketika seorang pedagang yang sibuk menyiapkan barang dagangannya. Ketika seorang pendidik yang mulai sibuk menyiapkan pelajaran untuk para anak didiknya. Ketika seorang penawar jasa yang mulai menawarkan jasanya. Ketika seorang pejabat negara yang mulai sibuk memikirkan kepentingan rakyatnya. Dan ketika makhluk baru yang menghirup udara serta mencium aroma dunia untuk yang pertama kali.
Pada saat itulah masing-masing dari mereka mulai mengerjakan apa yang menjadi tujuan mereka. Mengerjakan sesuatu yang sudah direncanakan sebelumnya. Bahkan pada malam sebelumnya. Mereka tekuni apa yang telah menjadi kewajiban mereka. Sembari menunggu apa yang akan terjadi pada detik berikutnya, menit berikutnya, jam berikutnya bahkan pada hari-hari berikutnya. Mereka meyakini bahwa tiada yang pasti di dunia ini, kecuali sesuatu yang memang sudah ditentukan oleh-Nya. Mereka juga meyakini bahwa Dia akan merubah nasib seorang hamba apabila hamba tersebut juga berusaha untuk merubahnya. Dan doa adalah jurus paling mulia yang senantiasa mereka lantunkan di siang dan malam mereka. Waspada adalah sifat yang selalu ada dalam diri mereka. Waspada tentang apa yang akan terjadi pada mereka di detik, menit, jam bahkan hari berikutnya. Waspada dengan bagaimana nasib mereka kelak di akhirat. Dan waspada dengan bagaimana cara syaitan akan menjerumuskan mereka. Ikhlas dan berserah diri merupakan senjata yang selalu mereka jaga di setiap waktu mereka. Ikhlas untuk menerima segala ketentuan dan berserah diri agar dihindarkan dari rasa dengki. Dan seperti itulah seharusnya kita. Entah kita sebagai pencari ilmu, seorang ibu, seorang ayah, seorang pedagang, penawar jasa, atau bahkan seorang pejabat. Tak ada yang mengetahui akan jadi apa kita nanti. Tentang sesukses apa kita nanti. Atau bahkan seburuk apa kita nanti, yang perlu kita ketahui hanyalah Dia yang Maha menentukan segalanya. Kita hanya perlu “menanti” yang dibarengi dengan ikhtiar dan doa. Mari menjadi “penanti” yang selalu waspada dan ikhlas serta berserah diri. Jazakillah. Salam Istiqomah