Sudahkah Putra-Putri Kita Kecanduan Buku?

Ayah bunda hebat, pernahkah mendengar bahwa tingkat literasi di negara kita sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain? Menurut PISA tingkat literasi bangsa kita adalah urutan ke-64 dari 70 negara yang disurvey. Berarti peringkat 10 besar dari bawah.

(PISA merupakan sistem ujian yang diinisasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia).

            Ayah bunda, miris bukan? Ini terjadi di negara yang kita cintai ini. Tak perlu jauh bicara masyarakat Indonesia. Mari, kita mulai merenung sejenak tentang lingkungan sekitar kita. Putra-putri kita, remaja-remaja di lingkungan rumah kita, atau mungkin diri kita sendiri? Sudahkah kita memiliki prioritas untuk membuka lembaran-lembaran buku meskipun hanya 5 atau 10 menit setiap hari? Kita tidak mungkin menginginkan lingkungan kita selalu berinteraksi dengan buku, jika kita sendiri belum mulai mengkondisikan lingkungan sekitar kita. Lingkungan kita belum kita warnai dengan kecintaan terhadap buku.

            Berapa banyak milenial kita yang lebih asyik dengan gadgetnya dibandingkan dengan membaca buku. Memang, kita tidak bisa memisahkan milenial dengan gadget karena memang itu dunia mereka, saatnya mereka berinteraksi dengan teknologi. Tetapi, bagian yang lebih pentig dari semua itu adalah kita harus menyiapkan generasi milenial kita dengan narasi yang tajam, imajinasi yang bernyawa, wawasan yang luas, dan mereka harus terbiasa dengan critical thinking. Nah, hal-hal yang saya sebutkan di atas diawali darimana, semua dapat diawali dari sebuah buku yang setiap hari mereka membolak-balikkkan lembar demi lembar buku yang ada di hadapan mereka. Supaya mereka terbiasa dengan narasi-narasi kritis. Karena dengan membaca buku dunia pun akan mampu mereka kuasai.

            Ayah bunda hebat, seringkah melihat kebiasaan orang Indonesia dengan kebiasaan orang-orang barat. Dimanapun mereka berada, entah di pantai saat sedang bersantai, atau di pesawat, di kereta, di bandara, yang mereka bawa adalah buku, tidak sekedar dibawa tetapi dibaca. Bandingkan dengan orang Indonesia pada umunya. Dimanapun mereka berada yang dibuka adalah gadgetnya. Ini contoh bahwa habit yang mereka bangun dan yang kita bangun sangat berbeda. Sekali lagi penulis tidak anti gadget. Namun, kita memang harus mengakui bahwa kita masih tertinggal jauh dunia literasinya dibandingkan dengan negara-negara lain.

            Ayah bunda hebat, melihat fenomena di atas. Kita sudah harus mulai menyadari bahwa saatnya kita menambah pembiasaan putra-putri kita supaya mereka lebih mencintai buku dan efeknya mereka akan “kecanduan” buku.

            Berikut penulis berbagi tips supaya putra-putri kita gemar membaca buku :

  1. Membacakan buku saat masih dalam kandungan.

Ayah bunda hebat, saat seorang ibu mengandung maka janin kita sudah dapat merasakan apa yang sedang dilakukan oleh bundanya. Membiasakan membacakan cerita hikmah pada janin akan mengantarkan dampak luar biasa bagi buah hati kita. Jika kondisi sedang drop karena bawaan hamil maka dapat bekerjasama dengan ayah.

Ayah membacakan cerita hikmah di dekat perut bunda.  Tak perlu waktu banyak untuk bercerita. Atau , jika hamil putra kedua, dan anak pertama kita sudah bisa membaca, maka arahkan si kakak mau membacakan cerita hikmah untuk si calon adik. Ini akan meningkatkan bonding antara kakak dan adik. Efeknya anak akan lahir dengan memiliki kosakata yang banyak dan mempercepat si buah hati untuk melafalkan huruf-huruf.

  • Membiasakan membacakan cerita hikmah setiap hari meskipun masih bayi.

Pembiasaan ini begitu dahsyat tertancap kuat dalam memori putra-putri kita. Secara otomatis jika bacaan baik penuh hikmah senantiasa digaungkan di dekat anak-anak kita, maka mereka akan mengulang pembiasaan yang dilakukan oleh kita sebagai orang tuanya. Sehingga ketika mereka sudah pandai memegang sesuatu maka bukulah yang selalu dipegang dalam kondisi apapun. Membaca buku sambil makan, membaca buku di dalam mobil, membaca buku sebelum tidur bahkan bangun tidur yang pertama kali dicari adalah buku.

  • Membiasakan cerita hikmah sebelum tidur.

 Ayah bunda, penting bagi kita melakukan kegiatan positif bagi ananda sebelum tidur. Sebelum berada di tempat tidur pastikan Ananda sudah mencuci kaki dan tangan, menggosok gigi, buang air kecil, dan pastikan wudhu (untuk yang muslim). Setelah aktivitas tersebut selesai, maka temani ananda untuk sekedar membacakan cerita hikmah pada ananda kita. Hal ini, selain mengikat hubungan antara kita dengan buah hati akan berdampak pada keinginan ananda untuk terus berteman dengan buku kapanpun dan dimanapun.

  • Memberikan mainan berupa buku “bantal” daripada gadget.

Di dunia serba instan dan digital saat ini, tak sedikit orang tua yang mengasuh anak juga dengan cara instan. Ketika anak menangis atau rewel bahkan ditinggal melakukan aktivitas lain supaya anak tenang maka solusinya adalah diberikan gadget. Itu akan berdampak pada tingkah laku ananda jika mulai diawal sudah dibiasakan berinteraksi dengan gadget. Menjadi agresif, tantrum, melawan, dll.

Alangkah baiknya jika dari awal orang tua membiasakan ananda memegang buku. Jika masih bayi kita biasakan dengan buku bantal, jika sudah mengetahu fungsi buku dan yakin buku tidak akan disobek maka buku cerita hikmah sudah dapat diberikan pada ananda.

  • Mengajak minimal satu bulan sekali ke toko buku sebelum pergi ke area permainan modern.

Jalan-jalan mengajak buah hati boleh. Tetapi, jalan-jalan penuh muatan edukasi juga penting dilakukan. Jadi, tidak hanya sekedar jalan-jalan tanpa ada konsekuensi edukatif, akan membuang waktu. Sehingga, sangat diperlukan minimal satu bulan sekali mengajak ananda menuju pusat buku sebelum bermain ke area playground atau permainan modern lain.

Hal ini akan membiasakan ananda bahwa bermain apapun penting tetapi bermain dengan buku juga tidak kalah penting. Sehingga anak akan menularkan kebiasaan baik pada teman-temannya atau juga kepada sekitarnya.

  • Memotivasi Ananda untuk selalu mencintai buku.

Nah, ini penting ayah bunda. Tetapi, kita sebagai orang tua harus menyadari terlebih dahulu apakah kita sebagai orang tua sudah menjadi model bagi anak-anak kita dalam mencintai buku.            Hasilnya tidak akan sempurna manakala kita menyampaikan kepada ananda untuk membaca buku jika kita orang tua justru hanya bicara tanpa ada aksi. Karena, anak-anak akan sangat mudah jika ada contoh nyata di depannya. Atau ada model di depan matanya. Nah, jangan sampai kita sebagai orang tua meminta ananda untuk belajar atau membaca buku sedangkan orang tuanya asyik menonton televisi atau bermain gadget.

  • Libatkan ayah dalam mendongeng/cerita hikmah.

Tugas ayah (mohon maaf) tidak hanya sekedar memberikan nafkah secara materi saja. Tetapi lebih dari itu. Harus ada ikatan batin antara anak dan ayah. Atau dengan kata lain ayah harus hadir dalam pengasuhan buah hati.

Jangan sampai ayah merasa bahwa sudah memberikan materi yang banyak sehingga pengasuhan sepenuhnya diserahkan kepada seorang ibu. Ini sangat bertentangan dengan teori parenting, karena pengasuhan buah hati baik ayah ataupun bunda harus sepenuhnya terlibat. Bahkan ada sepenggal kata “cinta pertama seorang anak perempuan harus kepada ayahnya” ini menunjukan betapa pentingnya kehadiran sosok ayah pada pola pengasuhan anak kita.

Nah, oleh karena itu penting di dalam melibatkan emosi anak dan ayah salah satunya melalui pembiasaan menceritakan atau mendongeng hikmah oleh seorang ayah. Dijamin bahwa kedekatan antara seorang ayah dengan anak akan memunculkan perilaku positif dari sang anak. Selamat mencoba.

            Jika langkah-langkah di atas dapat mulai kita terapkan pada ananda, maka percayalah ayah bunda, pada saat ananda kita sudah dapat membaca, maka mereka akan menjadi anak yang mencintai buku sejak dini. Tiada hari tanpa berinteraksi dengan buku. Di saat yang lain asyik dengan gadget ananda akan asyik dengan buku. Tentunya porsi gadget tetap kita berikan. Namun, pada waktu-waktu tertentu.

            Mari ayah bunda kita siapkan bersama, generasi-generasi “candu” buku. Generasi milenial yang siap menyebarkan narasi kritis mereka. Karena pemimpin tanpa narasi ibarat nahkoda tanpa arah dan tujuan. Kita ingin bangsa kita memiliki generasi-generasi hebat yang biasa berinteraksi dengan buku. Karena buku adalah salah satu sumber inspirasi dan sumber imajinasi.

Oleh : Lailatul Widayati, S.H.

Share Yuk ...

Leave a Replay