Islam mengajarkan kita tentang kebersihan. Baik kebersihan hati, badan, maupun lingkungan. Islam memandang bahwa memelihara kebersihan adalah masalah penting yang wajib diperhatikan dan dilaksanakan dalam kehidupan kita sehari-hari.
“Annadlofatu Minal imaan” kebersihan adalah sebagian dari iman.
Suci dan bersih merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bersih merupakan kata sifat yang menunjukkan keadaan bebas dari kotoran, sementara suci dalam ajaran Islam ialah terhindar dari najis dan hadast. Agar menjadi suci, seorang muslim harus menjalankan aturan berupa tata cara taharah (bersuci). Setelah bertaharah, baru kita dapat menjalankan ibadah-ibadah khusus, terutama sholat.
Sebagai umat Islam kita harus memahami 3 perkara dari najasah, diantaranya:
Najis mughalladhah dapat disucikan dengan cara membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu. Namun, sebelum dibasuh dengan air mesti dihilangkan terebih dulu ‘ainiyah atau wujud najisnya. Dengan hilangnya wujud najis tersebut maka secara kasat mata tidak ada lagi warna, bau, dan rasa najis tersebut.
Najis mukhaffafah yang merupakan air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan dan minum selain ASI dan belum berumur dua tahun, dapat disucikan dengan cara memercikkan air ke tempat yang terkena najis. Cara memercikkann air ini harus dengan percikan yang kuat dan air mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Air yang dipercikkan juga mesti lebih banyak dari air kencing yang mengenai tempat tersebut. Setelah itu, barulah diperas atau dikeringkan. Dalam hal ini tidak disyaratkan air yang dipakai untuk menyucikan harus mengalir.
Najis mutawassithah dapat disucikan dengan cara menghilangkan lebih dahulu najis ‘ainiyah-nya. Setelah tidak ada lagi warna, bau, dan rasa najis tersebut baru kemudian menyiram tempatnya dengan air yang suci dan menyucikan. Sebagai contoh kasus, bila seorang anak buang air besar di lantai ruang tamu, umpamanya, maka langkah pertama untuk menyucikannya adalah dengan membuang lebih dahulu kotoran yang ada di lantai.
Ini berarti najis ‘ainiyahnya sudah tidak ada dan yang tersisa adalah najis hukmiyah. Setelah yakin bahwa wujud kotoran itu sudah tidak ada (dengan tidak adanya warna, bau dan rasa dan lantai juga terlihat kering) baru kemudian menyiramkan air ke lantai yang terkena najis tersebut. Tindakan menyiramkan air ini bisa juga diganti dengan mengelapnya dengan menggunakan kain yang bersih dan basah dengan air yang cukup.
Banyak dari kita yang tidak memahami bagaimana cara mensucikan najis yang ada disekitar kita, yang sering kita pahami adalah yang penting terlihat bersih, padahal bersih itu belum tentu suci, apalagi jika najis tersebut berada di tempat yang kita gunakan untuk beribadah.
Mengetahui macam dan tata cara menyucikan najis adalah satu ilmu yang mesti diketahui oleh setiap muslim mengingat hal ini merupakan salah satu syarat bagi keabsahan shalat dan ibadah lainnya yang mensyaratkannya. Wallahu a’lam
Oleh : Lubaiqoh, S.HI.