Identitas buku
- Judul : Seni Hidup Minimalis
- Penulis : Francine Jay
- Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
- Cetakan/Tahun terbit : 11/2021
- Terdiri dari : 4 Bab
- Harga Buku : Rp. 88.000
- Tebal Buku : 260 halaman
Ikhtisar Buku
Buku ini ditulis oleh Francine Jay, membahas tentang seni hidup minimalis. Buku ini mungkin bisa berguna buat kita yang sering merasa rumah kita kecil tapi entah mengapa merasa sangat sesak atau sumpek dengan banyaknya barang-barang yang kita miliki. Judul bukunya seni hidup minimalis. Buku ini dibagi menjadi empat bagian. Yang pertama yaitu pola pikir hidup minimalis, lalu yang kedua metode hidup minimalis, ketiga pembahasan setiap ruangan dan terakhir keempat bagaimana cara kita mempertahankan pola hidup minimalis.
Pada bagian yang pertama yaitu tentang pola pikir atau dasar pemikiran. Bagian pertama ini mengajarkan kita untuk menanamkan pola pikir minimalis. Ada beberapa metode untuk menanamkan pola pikir ini. Yang pertama adalah kenali kegunaan setiap barang. Pada dasarnya barang bisa dibagi menjadi tiga jenis yaitu barang fungsional yang memang kita punya barang itu karena fungsinya, lalu ada barang dekoratif seperti vas bunga, lukisan, sofa yang mewah dan lain-lain selalu ada. Terakhir ada barang emosional contohnya cangkir-cangkir antik peninggalan orang tua atau motor antik peninggalan ayah dan lain-lain. Kenali barang-barang itu dari situ kita bisa membayangkan mana barang yang kita perlu dan mana yang hanya memenuhi rumah saja.
Lalu pola pikir kedua adalah anda bukan barang anda. Artinya barang tidak merepresentasikan diri kita. Yang membuat barang jadi citra kita adalah akibat dari iklan barang tersebut. Pola pikir selanjutnya adalah sedikit barang sedikit stres dan lebih bebas. Stres bisa muncul bahkan sebelum kita mempunyai barang itu. Pertama kita akan berusaha mencari-cari info barangnya, spec-nya seperti apa, belum lagi kalau kita beli harganya kemahalan dibandingkan tempat lain, pastinya kita akan kepikiran harus cari asuransi juga buat barang itu. Belum nanti maintenance-nya juga membutuhkan energi dan waktu yang lebih.
Selanjutnya lepaskan keterikatan dengan barang dan jadi penjaga pintu yang baik untuk rumah kita. Maksudnya setiap kita ingin beli barang baru, berhenti sebentar pikirkan lagi apakah kita perlu barang itu atau tidak. Lalu kita harus belajar juga untuk menyukai tanpa memiliki, meskipun jujur pola pikir ini mungkin akan sulit. Contohnya kita ingin menikmati film, lebih baik pergi ke bioskop sekali-kali daripada beli home theater. Kita ingin menikmati lukisan lebih baik kita pergi ke museum daripada kita beli lukisan itu sendiri.
Pola pikir yang terakhir adalah pola pikir hidup sederhana. Bedakan antara kebutuhan dan keinginan. Tumbuhkan juga pola pikir dampak dari kita hidup sederhana, misalnya kita hidup sederhana biar orang lain bisa hidup. Kenapa? misalnya kalau kita beli mobil dengan kapasitas mesin yang besar dengan bensin yang boros itu bisa menimbulkan kerusakan lingkungan. Atau ketika kita beli makanan berlebihan berapa banyak orang lapar yang bisa dikasih makan dari makanan kita yang berlebihan itu .
Setelah kita mempunyai pola pikir minimalis kita lanjutin ke metode. Penulis buku ini mengajarkan hidup minmalis dengan metode streamline. Streamline ini merupakan singkatan dari start over, trash, treasure or transfer, reason for each item, everything in its place, all surfaces clear, modules, limits, if one comes in, one goes out, narrow down, everyday maintenance.
Metode pertama yaitu start over misalnya membereskan laci dengan menyicil, di dalam laci itu kan biasanya banyak tersimpan barang-barang, sediakan kotak-kotak untuk kategori barang yang hilang. Sebelum memasukkan barang ke kotak pertimbangkan alasan kenapa kamu memasukkan barang itu. Lalu untuk barang-barang yang kita putuskan untuk disimpan sediakan tempatnya.
Ciptakan juga pola untuk menyimpan barang-barang lainnya, misalnya ketika kita pulang kantor sediakan satu kotak untuk menyimpan kunci motor, dompet, jam tangan dan lain-lain. Pastikan juga semua permukaan seperti meja bersih. Pastikan semua barang yang ada di atas suatu permukaan ada di tempatnya. Kelompokkan barang yang punya kursi sama, misalnya kelompokkan penyimpanan alat-alat dapur mungkin dari metode itu ketahuan kalau kitta terlalu banyak piring di dapur.
Kita juga merupakan batas untuk suatu barang. Contoh lainnya kalau kita beli buku dan sudah kita baca jangan disimpan semua. Kita bisa simpan buku-buku yang memang kita suka dan ada kemungkinan akan kita baca lagi.
Metode selanjutnya adalah if one comes in, one goes out . Kalau satu masuk satu yang lain harus keluar, misalnya kita beli sepatu baru satu sepatu yang kita punya harus keluar kita dikasih dijual atau dibuang. Jadi barang-barang tidak numpuk di dalam rumah. Selanjutnya kita inventarisasi lagi barang-barang yang memang bisa kita kurangi. Simpan barang yang memang multifungsi. Jadi, barang yang lain yang punya fungsi sama bisa kita keluarin dan metode yang terakhir adalah maintenance.
Setiap hari setelah kita menjalankan semua metode sebelumnya berarti kita punya alasan sangat kuat kenapa kita mengimpor suatu barang barang-barang itu. Tentu sangat berharga buat kita dan harus kita rawat. Setiap hari lakukan metode-metode itu secara rutin jangan hanya sekali, lalu foto juga hasilnya secara rutin supaya kita bisa melihat perkembangannya.
Bagian selanjutnya adalah ruangan ke ruangan bagian ini membahas bagaimana idealnya setiap ruangan. Misalnya kamar tidur yang tujuannya untuk istirahat jadi lebih baik kalau suasananya nuansa putih, barang-barang yang ada di dalamnya apa aja dan lain-lain.
Bagian terakhir yaitu cara hidup minimalis. Mempertahankan hidup minimalis ini ditularkan ke keluarga kita yang lain dan jadikan gaya hidup. Perlu kita ketahui juga bahwa dengan kita jadi konsumen bijak, tidak salah membeli barang dampaknya besar untuk generasi selanjutnya.
Setiap orang memiliki alasan berbeda dalam menerapkan cara hidup minimalis. Buku ini menginspirasi kita untuk merapikan rumah, menyederhanakan hari-hari, dan hidup lebih ringan di dunia. Menerapkan cara hidup minimalis mungkin akan terasa seolah kita sedang melawan arus. Kita harus tahu bahwa mutu kehidupan tak dipengaruhi oleh barang konsumer dan bahwa “barang” bukanlah ukuran keberhasilan. Saat kita mengabaikan iklan dan meminimalkan konsumsi, tak ada lagi alasan mendambakan suatu barang, tekanan untuk membeli, dan stres untuk membayar suatu barang.
Kemudian tanpa keharusan mengejar status atau menyaingi tetangga, kita mendapatkan waktu dan energi baru untuk mewujudkan hal-hal lain, seperti menghabiskan waktu bersama anak-anak, ikut serta dalam kegiatan lingkungan, dan merenungkan makna hidup.
Setelah kita merasa merdeka terhadap barang sedikit yang kita miliki, kemerdekaan itu yang kemudian memberikan kita peluang luar biasa untuk menemukan kembali inti diri kita. Saat mengidentikkan diri dengan merek dan mengekspresikan diri melalui materi, kita sesungguhnya kehilangan esensi diri kita.
Saat menjadi minimalis, kita bisa meluangkan waktu untuk merenungi diri, hal-hal yang kita anggap penting, dan hal-hal yang membuat kita bahagia. Dan yang paling penting, kita kini memaknai diri melalui tindakan, cara berpikir, dan siapa yang kita cintai. Bukan lagi melalui barang yang kita beli.
Oleh : Ayurada Bhetari, S. Pd.