Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti pernah mengalami rasa kesal, marah, kecewa, atau tidak terima terhadap suatu keadaan yang sedang dihadapinya. Sama!!! Saya pun pernah mengalaminya. Ketika hal itu terjadi saya tidak terima, tidak yakin, bahkan menyalahkan segala hal di sekitar dan seringkali menyalahkan diri dan mengadilinya dengan umpatan kasar. Saya melakukan hal itu dengan sadar!
Begitulah seterusnya, sehingga tanpa sadar saya membiarkan formula tindakan itu sungguh menyesakkan dan bahkan membuat saya putus asa. Tidak jarang saya temui manusia yang memilih mati daripada menghadapi masalahnya. Tidak jarang saya melihat anak-anak tak berdosa itu harus kehilangan salah satu panutannya. Tidak jarang saya temui berita bayi mungil setengah sempurna berada dalam tong sampah tiada berdaya.
Dan tidak jarang saya temui mereka yang berambut gimbal dengan baju kumuh berbicara sendiri di jalan dan tertawa tanpa sebab, iya! merekalah orang yang kehilangan akal (gila). Tidak sedikit dari kita yang menyimpulkan betapa masalah itu begitu jahat, memusnahkan senyum setiap orang dan menghancurkannya secara perlahan.
Ketika masalah itu datang bertubi-tubi, ingin rasanya segera mengakhiri dan tidak jarang memilih mati karena rasa percara diri mereka yang tinggi. Bahwa mati adalah solusi, masalah kelar dan surga menanti, oh betapa konyol pemikiran ini!!! Ada juga diantara kita yang tidak berani mati yang tanpa sadar bertahan dengan sendiri dan perlahan masalah itu pergi.
Akhirnya kita tahu diri dan mulai berfikir bahwa setiap kejadian yang Tuhan turunkan memiliki masa yang tidak bisa kita kendalikan baik masalah itu sendiri maupun cara penyelesaiannya. Ingatlah pada isi ayat Al-quran yang berisi komitmen Tuhan.
Bahwa, “Allah akan menguji setiap mahluknya” pertanyaanya apakah Allah jahat, atau kurang kerjaan menguji coba mahluknya setiap waktu? Coba kita simak cuplikan kisah berikut. Suatu ketika si Buyung terancam drop out dari bangku kuliah karena keputusannya untuk hidup mandiri tanpa kedua orang tuanya. Dia sangat yakin bahwa ia mampu melalui masa sulit apapun tanpa orang tuanya. Tapi tiada dia duga, pagi-pagi sekali ibu kos menemuinya dan mengatakan bahwa sudah tiga bulan ini dia tidak membayar kos. Setelah itu, dia berangkat kuliah, sesampainya di kampus dia harus menghadapi kenyataan kedua, uang buku belum ia lunasi.
Sungguh, hari itu sangat menyebalkan. Sepanjang malam dia berfikir untuk mencari uang untuk membiayai kebuTuhan kampusnya, akhirnya dia melamar kerja di sebuah restoran 24 jam. Banyak risiko yang harus dia hadapi, mulai dari waktu istirahat yang berkurang sampai dengan belajar di kelas yang tidak efektif.
Rasanya sangat stres dengan kenyataan pahit yang Tuhan berikan, ketika teman-teman kampus si Buyung tidur nyeyak di malam hari, si Buyung masih sibuk bekerja melayani orderan pelanggan di restoran itu. Tapi lihatlah kesedihan itu ternyata tidak abadi, ketika rasa yakin kepada Tuhan mengalahkan segalanya, Tuhan membuka setiap jalannya.
Alhasil si Buyung bertemu dengan salah satu dosen yang bergelar profesor mengajaknya tinggal bersama dan bahkan segala kebutuhannya dipenuhi. Allahu akbar! Akhirnya hikmah itu bisa kita fahami, bahwa ujian itu hendak mengajari si Buyung tentang kesabaran, ketangguhan, dan bahwa selalu ada harapan baik dari ujian itu.
Betapa kita menyadari bahwa kita tidak pernah sendiri, setiap masalah yang kita hadapi hari ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan lebih dari itu, sebagaimana dalam penggalan isi ayat yang lain bahwa, “Allah tidak membebani seorang hamba, di luar batas kemampuannya”.
Percayalah bahwa sekecil atau sebesar apapun masalahnya, kita mampu menghadapi dan menyelesaikannya dengan cara terbaik yang Allah siapkan. Karena, Allah memberikan masalah itu kepada orang-orang pilihan yang mampu memikulnya. Dan benar adanya bahwa setiap masalah yang menyapa adalah bentuk pendidikan khusus dari Allah. Allah hendak mendidik kita dengan bijaksana untuk mengenal kehidupan ini, dan agar kita lebih dewasa serta tangguh menyikapi ritme kisah selanjutnya.
Sungguh betapa manis makna ujian itu. Katakanlah jika hari ini kita kehilangan dompet yang berisi barang-barang berharga di dalamnya, kata mutiara apa yang pertama kali kamu ucapkan, dan rasa istimewa apa yang kamu rasakan? Hehe, dimana atas kehilangan tersebut kita harus mengurusi administrasi berkas kehilangan di kepolisian dan mengadakan kembali barang berharga di dalamnya dengan biaya yang tidak sedikit.
Untuk masalah ini saya berpesan untuk tidak terburu-buru menganggapnya peristiwa ini sebagai musibah, tapi katakan pada diri kita, Allah memiliki rencana yang lebih baik. Mungkin Allah hendak mengajari kita ilmu baru tentang ilmu administrasi tata cara mengurusi surat kehilangan, atau mengajari kita agar lebih berhati-hati dan tidak teledor, atau bisa jadi setingkat di atasnya.
Allah hendak mengajari kita bahwa apa yang kita miliki hanyalah sebuah titipan yang sewaktu-waktu pemiliknya datang untuk mengambilnya. Maka dari itu, kita harus belajar sabar dan menerima segala takdirnya sebagai bentuk pembelajaran yang akan membentuk kita lebih baik dari sebelumnya.
Ketika kegagalan atau masalah apapun itu sedang kita terima hari ini, selain sikap tawakkal, kita memiliki ikhtiar dalam dua pilihan, “give up atau get up”, menyerah atau bangkit! Wahai diri, kita memiliki dua pilihan dimana satu dari pilihan itu akan lahir seorang pemenang dan sisanya adalah menghasilkan manusia pecundang dan gagal abadi di sepanjang sejarah hidupnya. Sudah selayaknya kita jadikan raga sebagai hamba Tuhanya dan bisikkan dengan keras kepadanya, untuk bersabar sedikit lagi, dan katakan kepadanya, Tuhan selalu menyertai dan tahu isi hati. Bahwa setelah hujan akan hadir pelangi yang begitu indah dan kita akan menikmatinya, sehingga kisah ini abadi dan menjadi panutan setiap hati.
Oleh : Nur Azizah, S.H.