SAATNYA AYAH MENGASUH

Judul Buku                : Saatnya Ayah Mengasuh

Penulis                        : Ulum A Saif

Penerbit                     : Strong From Home Publishing, 2019

Cetakan                      : Kedua, Maret 2019

                                     Terdiri dari 4 Bab

Harga buku               : Rp. 134.000

Tebal buku                : 206 halaman : 14,8 x 21 Cm

“Di negeri tanpa ayah, banyak anak yang ber-ayah fisiknya saja. Di negeri tanpa ayah, banyak anak tak ber-ayah secara psikisnya. Di negeri tanpa ayah, anak-anak menjadi yatim sebelum waktunya.”

Buku Saatnya Ayah Mengasuh ini adalah persembahan terbaik untuk para ayah, ibu dan keluarga Indonesia untuk dapat menciptakan keluarga yang kuat, sebagai upaya ikut berpartisipasi mencerdaskan anak bangsa dan memperbaiki akhlaq generasi Indonesia. Dimana kita ketahui bersama bahwa keluarga adalah lingkaran terkecil dalam terciptanya sebuah negara. Rusak dan baiknya sebuah negara tergantung pada rusak dan baiknya keluarga. Indonesia dalam kondisi darurat ayah, banyak anak-anak yang mengalami gangguan psikologis dikarenakan kosongnya peran ayah dalam keikutsertaan mendidik anak.

Di dalam buku ini disampaikan bahwa, ketidakhadiran sosok ayah akan meningkatkan konflik gender dan kebingungan gender pada anak, dimana hal ini akan menyebabkan perilaku seksual menyimpang, yaitu homoseksual di kalangan pria maupun wanita. Diceritakan bahwa, dalam acara Indonesia Lawyers Club, edisi Selasa 16 Februari 2016 di TV One, yang mengangkat tema “LGBT marak, Apa  sikap kita?”, Ibu Elly Risman (Psikolog dan tokoh Yayasan Kita dan Buah Hati) menyampaikan, pada tahap tumbuh kembang anak, anak-anak membutuhkan tidak hanya figur ibu, melainkan juga figur ayah secara bersamaan, baik itu anak perempuan maupun anak laki-laki.”

Kak Ulum juga menyampaikan bahwa Indonesia masuk urutan ketiga dunia pada sebutan “Negeri tanpa Ayah”. Negeri tanpa ayah, bukan berarti ayahnya tidak ada. Ayahnya ada, tapi peran pengasuhannya yang tidak ada. Indikasi itu diambil dari jumlah waktu yang digunakan oleh seorang ayah untuk berkomunikasi dengan anaknya. Semakin sedikit jumlah waktunya, semakin kuat negeri tersebut disebut sebagai “Negeri Tanpa Ayah”. Rata-rata ayah di Indonesia, menghabiskan waktu hanya 60-70 menit saja untuk berkomunikasi dengan anaknya.

 “Negeri Tanpa Ayah”pun berdampak pada tingginya tingkat perceraian di Indonesia, dengan kasus perceraian tertinggi di Asia Pasifik. Rata-rata 32 pasangan di Indonesia bercerai setiap satu jamnya. Mereka yang bercerai rata-rata telah berpacaran lama, bahkan sampai 5 tahun lebih, akan tetapi setelah menikah, bertahan hanya 3-6 bulan saja, keduanya lantas bercerai. Jika ditarik penyebabnya, mereka adalah anak-anak yang kehilangan sosok ayah. Karena di negeri tanpa ayah, anak-anak dibiarkan tumbuh tanpa diberitahu dan diajarkan bagaimana kelak menjadi suami dan ayah (bagi anak laki-laki), atau bagaimana kelak menjadi istri dan ibu (bagi anak perempuan). Singkatnya, mereka kehilangan role model.

Belum lagi ditambah data-data yang dijabarkan pada buku ini, informasi dari BNN dan PUSLITKES UI, KPAI, Kemenkes, YKBH (2014) , bahwa :

  • 4 dari 10 pelajar dan mahasiswa Indonesia telah mengkonsumsi narkoba.
  • 95 dari 100 anak kelas 4, 5, 6 SD telah mengakses pornografi.
  • 93 dari 100 pelajar pernah berciuman bibir.
  • 600.000 kasus anak Indonesia hamil diluar nikah usia 10-11 tahun.
  • 2,2 juta kasus remaja Indonesia usia 15-19 tahun hamil diluar nikah.
  • 5 dari 100 remaja tertular penyakit menular seksual.
  • 3061 remaja terinfeksi HIV setiap 3 bulan.
  • Kasus incest (hubungan sedarah) terjadi di 25 provinsi.

Marilah para ayah…, segeralah kembali pada keluargamu secara utuh. Kawal dan dampingilah anak-anakmu berkembang dengan baik. Terimakasih Kak Ulum atas mahakaryanya, buku ini sangat bermanfaat bagi kita semua.

Oleh : Ika Novita Sari, S.TP.

Share Yuk ...

Leave a Replay