Pulang

Judul buku                : Pulang

Penulis                        : Tere Liye

Penerbit                     : Republika

Editor                         : Triana Rahmawati

Tahun Cetakan         : V/ Oktober 2015

Jumlah Halaman      : iv+400 hal.

Peresensi                    : Virgia Fadillah

Pulang. Kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Apa yang terlintas di pikiran kita ketika mendengar kata pulang? Apakah ujung dari perjalanan? Pulang bisa diartikan pergi ke rumah atau tempat asalnya, kembalinya diri seseorang setelah lama berkelana, dan ada saatnya kita merindukan untuk pulang.

Sama halnya dengan novel karya Tere Liye ini. Jika dilihat dari diksi untuk judul dan sampul bukunya, mungkin sebagian pembaca mengira bahwa novel ini bergenre roman picisan. Apakah novel ini akan berisi tentang sepasang kekasih yang telah lama berpisah jauh kemudian pulang untuk bersua kembali? Ternyata tidak demikian. Novel ini tidak menceritakan tentang kisah percintaan melainkan perjalanan pulang yang tidak diartikan secara sesungguhnya. Karena makna pulang pada novel ini menceritakan pulang pada hakikat kehidupan. Petualangan yang sangat berkesan untuk dibaca.

Cover di design dengan sederhana namun apik. Berwarna biru dengan motif seakan terkelupas dan memperlihatkan gambar matahari terbenam di tengahnya. Novel ini diawali dengan ketegangan, pertarungan yang terjadi antara tokoh utama (Bujang) dengan seekor babi hutan raksasa. Kemudian pada bab selanjutnya mulailah dikenalkan secara lebih mendalam tokoh utama dan orang-orang terdekatnya.

Membaca setengah halaman buku ini, keseruan-keseruan mulai terasa dari buku tersebut. Pembaca akan digiring ke lorong waktu 20 tahun kemudian. Seperti yang digambarkan tokoh utama, Bujang dan Talang yang malang telah berubah menjadi pribadi yang jenius, lebih kokoh dan bermata tajam. Berbeda dengan karakter tokoh di awal-awal cerita. Hal ini terlihat ketika ia menemui calon presiden terkuat. Pada bagian ini, Bujang mendatangi calon presiden agar tidak mengusik bisnis yang sedang digeluti keluarga Tong yakni bisnis shodow economy.

Tere Liye berhasil memberi pemahaman mengenai sistem ekonomi bernama shadow economy. Dimana keuntungan yang diperoleh tak terdeteksi oleh bayangan kita. Bahkan, di negara-negara tertentu organisasi shadow economy lebih besar dan lebih berpengaruh dibanding pemerintahannya. Secara tidak langsung, hal ini dapat membuka wawasan pembaca mengenai organisasi dunia hitam. Tere Liye dapat menarasikan setiap cerita dengan begitu mendalam. Sehingga membuat pembaca berpikir mungkin kehidupan seperti itu benar-benar ada di luar sana.

Novel ini menyajikan pula adegan-adegan perkelahian yang cukup detail sehingga membuat pembaca merasa tegang seperti sedang menonton film begenre action. Sangat jarang terdapat novel Indonesia yang dapat menarasikan adegan-adegan seperti itu dengan baik. Jika ada novel fiksi dengan alur yang sulit ditebak dan menegangkan seperti ini biasanya hanya novel terjemahan yang banyak dipakai kesustraan barat, contohnya novel Happy Potter.

Alur yang maju-mundur dan ketegangan-ketegangan yang diciptakan sang penulis akan mengaduk-aduk emosi pembacanya. Karena waktu dan tempat dapat berubah seketika dalam alur cerita tersebut. Pemilihan karakter para tokohnya sangat mendukung untuk memberi kesan di hati pembaca. Pembaca seolah-olah dapat membayangkan rupa mereka saat berdialog. Ada suasana-suasana dimana dapat meluruhkan air mata. Tere Liye dapat memunculkan momen emosional di awal, tengah dan akhir. Sehingga pembaca tidak akan bosan dengan adegan pertempuran dan pengorbanan.

Satu hal yang tidak pernah luput dari novel-novel karya Tere Liye, yaitu pesan moral. Tidak heran banyak orang yang mengambil quote dari buku-buku hasil karyanya. Bahkan di novel ber-genre action ini pembaca masih bisa menemukan pesan moral yang tersirat. Pesan-pesan tersebut tidak hanya disampaikan melalui dialog, namun dari narasi dan juga sikap antar tokoh. Pesan moral dalam novel ini adalah mengenai loyalitas.

Tere Liye bisa dianggap sebagai salah satu penulis yang telah banyak menghasilkan karya-karya best seller. Tapi jika kita memerhatikan pada bagian belakang “tentang penulis” di novelnya, maka tidak ada yang bisa kita temukan informasi mengenai Tere Liye. Hal ini berbeda dengan penulis-penulis buku lainya. Tere Liye seperti tidak ingin mempublikasikan terkait kehidupan pribadinya ke depan umum. Mungkin itu cara terbaik bagi dia untuk memberikan karya terbaik dengan setulus hati dan kesederhanaan.

Dengan kesederhanaan, tiap lembaran-lembaran novelnya kita akan merasa seperti melihat Tere Liye di depan mata kita. Namun setiap yang disampaikan tidak akan merasa digurui meskipun dalam setiap tulisanya tersimpan moral, Islam dan sosial.

Dalam novel pulang, Tere Liye menggambarkan tokoh-tokoh yang memiliki peranan penting. Melalui tokoh Bujang Tere Liye juga menyampaikan kehidupan seseorang tidak akan semulus seperti yang kita bayangkan. Namun, roda kehidupan akan terus berputar. Ketika kita harus ikhlas kehilangan orang-orang yang kita sayangi. Saat itulah kita diajarkan untuk belajar memeluk kesedihan. Berdamai dengan masa lalu dan terus melanjutkan hidup. Inilah hakikat kehidupan sesungguhnya yang ingin disampaikan penulis. Semua orang harus bisa memeluk kegembiraan dan kesedihan.

Namun, di balik itu menurut saya, terdapat sedikit kekurangan dalam novel Tere Liye ini. Terlihat pada pertarungan terakhir antara Bujang dengan sang pengkhianat, menurut saya ini terlalu cepat. Karena klimaks yang diharapkan muncul pada fase ini tidak ditemukan. Membaca buku apapun itu, kita tidak mungkin menemukan buku yang sempurna meskipun ditulis oleh seorang yang ahli sekalipun. Tere Liye mampu membawa kita mengeksplorasi dunia shadow economy yang masih banyak orang tidak mengetahuinya. Novel ini layak dirokemendasikan sebagai bahan bacaan di berbagai kalangan.

Share Yuk ...

Leave a Replay