Mendidik tak ubahnya seperti membuat patung. Jika tak hati-hati, maka patung itu akan tergores dan merusak estetikanya tetapi Jika kita hati-hati maka patung itu akan menjelma menjadi karya seni yang indah.
Bukan tidak mungkin saat mendidik anak, kita akan seringkali merasa kesal, jengkel hingga marah dengan tingkah polahnya. Itulah indahnya mendidik anak. Secara tidak langsung, kita akan belajar. Belajar seperti apa ya? Belajar melatih kesabaran kita tentunya sebagai orang tua. Memang tidak mudah, tapi semua bisa diubah. Bukankah anak adalah amanah dari Allah SWT yang dititipkan melalui kita, maka selayaknya jika kita harus memberikan yang terbaik. Mendidik dengan hati tidak hanya berlaku untuk satu generasi saja, tetapi ini bisa diterapkan di semua generasi termasuk generasi “Kids Zaman Now’.
Mendidik tidak hanya mengajarkan tentang calistung pada anak, tetapi juga mengajarkan nasihat-nasihat, tata karma dan sopan santun dalam bersosialisasi. Mendidik dengan hati dapat kita lakukan dengan mengisi ilmunya secara perlahan. Semua yang instan tak akan bertahan lama, begitu pula dengan hati. Ketika hati kita tidak ikhlas Lillahi Ta’ala maka otomatis ynag kita rasakan hanyalah capek dan rasa penat saja. Akan berbeda cerita jika kita menghadirkan hati yang bersih dan penuh suka cita, hati yang selalu merendah, hati yang selalu mencari ilmu baru untuknya. Dan akan senantiasa berbeda jika kita penuhi hati kita dengan kalam ilahi.
Pernahkah kalian mendengar hadits nabi yang berbunyi “Didiklah anak-anak kalian, karena sesungguhnya mereka itu dijadikan untuk menghadapi masa yang berlainan dengan masa kalian.” Ketika kita mendidik anak dengan hati, InsyaAllah apapun yang kita ajarkan akan senantiasa terpatri dan terngiang terus padanya.
Mengapa harus ditekankan pada hatinya? Seorang anak pasti tahu mana yang mendidik mereka dengan tulus dan mana yang bukan, mereka adalah seorang kecil yang lugu yang bisa merasakan apa yang terjadi di sekitarnya. Memang beda zaman akan beda dengan cara pengajarannya, tapi alangkah baiknya jika kita mendidik mereka dengan hati.
Pada dasarnya, mendidik bukan hanya kewajiban orang tua saja, tetapi juga kewajiban seluruh manusia yang berada di sekelilingnya. Mendidik denngan hati bukan berarti kita tak bisa berlaku tegas, hanya saja kita membiasakan berperilaku tegas tanpa melukai hatinya. Ketika mereka mengetahui alasan di balik ketegasan kita, InsyaAllah mereka akan memahami dan melaksanakannya.
Memang tak bisa digeneralisasikan pada semua individu, tetapi cara ini dapat menjadi pilihan bagi seorang pendidik dan seluruh individu dalam lingkungan tersebut. Memang tidak mudah, tapi bisa kita ubah untuk mengkondisikan hati kita untuk tulus dan ikhlas memberikan pendidikan bagi mereka. Di dalam Al-quran surat An-Nahl ayat 125 tertulis “Ajaklah ke jalan Tuhan mu dengan cara yang bijaksana dan dengan mengajarkan yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka secara lebih baik”, maka cara yang paling baik mengajarkan suatu hal itu adalah mengajak mereka berdiskusi dengan cara yang baik.
Mereka pasti akan bertanya dan mencari tahu kenapa kita harus begini, kenapa kita harus begitu, kenapa harus melakukan ini, kenapa harus melakukan itu, semua bisa dijawab dengan cara berdiskusi menjelaskan alasan kenapa harus bertindak seperti itu.
Berdiskusi juga akan efektif jika kita selaku pendidik juga memahami ilmu yang akan kita berikan. Tak hanya sekedar menyampaikan tapi alangkah baiknya jika kita bisa menjelaskan lebih menyeluruh tentang ilmu-ilmu yang diajarkan. Bukan tidak mungkin, jika saat itu anak akan memiliki berbagai macam pertanyaan, maka yang harus dilakukan adalah menjawabnya sejelas mungkin tetapi jika tidak bisa menjawabnya, alangkah baiknya pertanyaan tersebut kita jadikan PR bagi kita. Ketidaktahuan kita di hadapan anak bukanlah disebabkan kebodohan kita, tetapi kurangnya pengetahuan yang kita pahami. Anakpun akan mengerti jika kita bisa menyampaikannya dengan baik.
Oleh sebab itu, mendidik anak di zaman apapun lebih tepat jika kita menggunakan hati. Tulisan ini bukan berarti menjudge pendidik di luaran sana tidak mendidik dengan hati, tetapi hanya mengingatkan bagaimana kita bisa mengkondisikan hati kita. Sejatinya, setiap kita adalah pembelajar. Jadi, belajarlah dengan semua hal yang ada di sekeliling kita. Karena hati yang ikhlas dapat menjadi sebuah penjembatan antara kita dengan anak didik kita.
Menjadikan ilmu yang kita ajarkan dapat melekat erat di sanubari mereka, semua itu disebabkan hati yang ikhlas. Bukankah guru-guru zaman dahulu mengajarkan seperti itu? Tahukah kalian tentang Seorang guru di kepulauan Belitong, dia adalah Ibu Muslimah. Seorang guru yang tetap mengajar dengan ikhlas di tengah keterbatasan yang ada di sekelilingnya. Dan lihatlah, sekarang murid-murid beliau menjadi orang yang sukses. Semua itu hanya bisa didapatkan ketika kita ikhlas mengajar, ikhlas menata hati agar tak lagi ada penyakit hati yang merusaknya.
Bagaimana cara mengkondisikan hati kita? Kita bisa mengkondisikannya dengan memperbanyak membaca kalam Ilahi dan tafsirnya, rajin menuntut ilmu dalam kajian-kajian keagamaan, dan selalu memenuhi hati kita dengan ilmu-ilmu baru yang siap ditularkan serta tidak lupa juga bergaullah dengan orang shaleh. Memperbanyak membaca kalam ilahi dapat kita lakukan sewaktu-waktu di waktu luang kita.
Ketika kita rajin membacanya, insyaAllah ketentraman hati yang akan kita dapatkan. Seperti halnya iman kita yang senantiasa naik turun, maka sepatutnya jika kita rajin menuntut ilmu untuk memperkaya hati kita dengan ilmu baru dan juga iman yang senantiasa istiqomah mengingat penciptanya. Bergaul bersama orang shaleh dapat membantu kita dalam menyelaraskan suatu visi dan misi yang sama dengan tepat. Awalnya mungkin akan terasa berat, tetapi percayalah semua akan menjadi ringan jika kita terbiasa. Pembiasaan itu memang harus dipaksa karena berawal dari keterpaksaan akan menjadi suatu kewajiban.
Oleh : Nina Nur Azizah