Setiap kehidupan, orang tua mengharapkan semua keturunannya tumbuh menjadi kupu-kupu yang indah. Tumbuh menjadi kupu-kupu yang sangat cantik, mampu menebar manfaat untuk sekelilingnya. Harapan dan target yang sangat wajar bagi setiap orang tua. Namun, tak terasa mimpi itu kian hari kian tak menentu. Akankah harapan itu terwujud satu persatu? Pertanyaan itu yang banyak menghantui fikiran orang tua.
Berbagai kisah sudah banyak kita dengar. Di saat kita terlalu memanjakan anak, maka mereka tak ubahnya seperti kepompong yang dipaksakan untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik. Di saat kepompong akan berupaya untuk menjadi kupu-kupu yang cantik di saat itu pulalah, orang tua tak sabar untuk membantu proses perubahannya hingga si kepompong tumbuh tak percaya diri karena terus diikuti dan dihantui oleh bayang-bayang induknya.
Disaat kepompong ingin bebas mengekspresikan keinginannya di saat itu pulalah induknya meraih dan mencari cara instan untuk mengeluarkan proses tumbuhnya kepompong tersebut. Saat itu kepompong menangis tersedu dan mengadu kepada kupu-kupu yang terlihat sangat cantik di atas dahan. “Wahai kupu-kupu cantik, mengapa engkau tumbuh menjadi sangat indah dan begitu lincah? Sedangkan aku jalan saja tak mampu karena sayapku terpotong oleh gunting indukku.” Wahai kupu-kupu, aku adalah kupu-kupu yang dibiarkan oleh indukku untuk tumbuh dan keluar dari sarang kepompongku sendiri, tanpa digunting dan dibantu oleh indukku.
“Wah, beruntung sekali engkau wahai kupu-kupu cantik. Mengapa indukmu begitu baik kepadamu. Sedangkan indukku ingin aku keluar cepat-cepat dari sarangku. “Jangan begitu wahai temanku, engkau tetap beruntung memiliki induk seperti indukmu, tetapi indukmu belum faham , indukmu belum mengerti, berdoalah selalu supaya indukmu mejadi induk yang terus dan mau belajar memahami proses tumbuhnya kita ya teman.”
Siapapun induk kita mereka adalah induk-induk yang sangat hebat. Terus kita doakan supaya induk kita mau belajar dan memahami bagaimana cara memperlakukan kita dengan benar.
Tak lama kemudian kupu-kupu malang itu mulai kesakitan dan akhirnya terjatuh dan tak dapat diselamatkan lagi karena tak bisa bergerak apalagi terbang. Kupu-kupu malang tumbuh menjadi kupu-kupu yang tak percaya diri seperti kupu-kupu yang cantik.
Ayah bunda yang budiman. Sekelumit ilustrasi di atas adalah gambaran bagaimana kita sebagai orang tua memperlakukan putra-putri kita. Hasil akhir yang menentukan adalah awal torehan dari kisah ayah bunda sekalian. Hasil akhir adalah proses awal bagaimana ayah bunda memperlakukan putra putri sejak dini.
Membiarkan anak-anak terus dalam genggaman orang tua, membiarkan anak-anak terus dalam bantuan orang tua. Bukankah itu justru akan membuat anak-anak kita menjadi manja dan cengeng, bukankah itu proses yang akan menghambat kemandirian seorang anak.
Biarkan anak-anak menyelesaikan masalahnya sendiri, tak perlu kita sebagai orang tua terlalu dalam mengintervensi masalah . Mengapa? Karena sesungguhnya anak-anak sudah memiliki insting untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan lawan mainnya,. Anak-anak punya cara untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Seringkah kita melihat satu jam yang lalu anak-anak bertengkar, satu menit kemudian tertawa dan bermain Bersama. Itulah fitrahnya anak-anak. Tuhan sudah menyiapkan fitrah sosial dan berinteraksi di dalam diri putra -putri kita. Seringkali ketakutan kita yang menyebabkan anak menjadi tak percaya diri dan tak mampu mengambil keputusan yang seharusnya dapat diputuskan saat itu juga.
Jika ayah bunda mengharapkan putra-putri mampu memimpin dirinya dan orang lain. Berikan kebebasan kepada mereka untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri.
Ayah bunda yang budiman mari kita sama-sama mengantarkan putra-putri kita tumbuh menjadi kupu-kupu yang indah dan cantik, memiliki sayap yang akan dikepakkan hingga ke angkasa dan mereka akan menikmati luasnya dunia jika mereka dapat merasakan terbang sendiri tanpa bayang-bayang dan ketenaran ayah bundanya.
Ayah bunda biarkan kepompong itu tumbuh menjadi kupu-kupu yang cantik, ceria, lucu, dan cerdas. Hingga akhirnya ia akan dapat menebar manfaat untuk menjadi perantara kebaikan orang-orang di sekelilingnya.
Selamat menjadi ayah bunda yang cerdas
Selamat menjadi ayah bunda yang terus belajar
Selamat menjadi ayah bunda yang mampu memberikan contoh
Selamat menjadi ayah bunda yang tak selalu intervensi kebutuhan anak
Oleh : Lailatul Widayati, S.H