Pernahkah kita merasa kurang beruntung dibandingkan dengan orang lain? Pernahkah kita merasa Allah tidak adil dengan diri kita, hanya karena kita melihat orang lain mendapatkan banyak nikmat, sementara kita tidak.
Bahkan dalam hidup ini kita merasa dicurangi oleh Allah dan lebih parahnya lagi kita merasa layaknya orang yang paling sengsara di dunia ini. Jika kita pernah berpikir demikian gara-gara Allah sedang menguji kita dengan suatu masalah, itu artinya kita belum benar-benar mengenal Allah.
Banyak orang yang tengah diuji oleh Allah dengan ujian yang bermacam-macam. Ada yang merasa diuji melalui bentuk fisik, seperti warna kulit, jenis rambut, tinggi badan, bentuk hidung, berat badan dan masih banyak lagi. Padahal bisa jadi itu bukan merupakan bentuk ujian, hanya dia sajalah yang sesungguhnya kurang bersyukur dengan kenikmatan fisik yang sudah Allah berikan. Maka, orang-orang seperti inilah yang sesungguhnya belum mengenal Allah dengan baik. Apabila dia sudah mengenal Allah dengan baik, maka justru dia akan berfikir yang sebaliknya. Dia bahkan akan lebih bersyukur kepada Allah SWT.
Ada juga tipe orang yang merasa paling menderita karena dia merasa kurang beruntung dalam urusan harta. Dia merasa kurang beruntung karena gaji dia lebih kecil dibanding orang lain, rumah dia lebih kecil, mobil tetangga lebih banyak, teman-temannya kerja di tempat yang bergengsi dan masih banyak contoh lainnya.
Ada sebuah kisah tentang Abu Ubaidah Bin Jarrah yang memegang kekuasaan sebagai Gubernur di Syams. Suatu hari beliau hendak melihat kondisi rakyatnya. Abu Ubaidah melewati suatu hutan yang tidak ada penduduk di sana. Tiba-tiba beliau melihat sebuah gubuk di tengah hutan. Karena penasaran Abu Ubaidah terus mendekat ke gubuk itu. Dari luar gubuk Abu Ubaidah mendengar ada suara orang yang sedang bertahmid dari dalam gubuk.
Akhirnya, abu Ubaidah memutuskan untuk mengucap salam dan masuk ke dalam gubuk itu. Setelah masuk, Abu Ubaidah menemukan seorang kakek yang sedang terbaring di atas tanah sembari tetap bertahmid kepada Allah. Tidak ada kasur, tidak ada tikar bahkan tidak ada perabotan di dalam rumah tersebut. Kemudian Abu Ubaidah mendekati kakek tersebut dan betapa kagetnya karena ternyata kakek tersebut adalah seorang tunanetra.
Kemudian Abu Ubaidah melihat ke arah kaki kakek tersebut yang ternyata dalam keadaan lumpuh tak bergerak, usianya pun sudah sangat tua. Lalu, Abu Ubaidah duduk di samping si kakek lalu bertanya tentang keadaan kakek tersebut. Kakek tersebut adalah seorang yang tinggal dengan 1 anaknya. Sebelumnya kakek tersebut memiliki keluarga besar.
Namun, istri dan beberapa anaknya sudah meninggal. Kemudian, Abu Ubaidah semakin penasaran mengapa dengan kondisi yang seperti itu kakek tersebut tidak pernah berhenti untuk bertahmid kepada Allah. Lalu kakek tersebut tersenyum sembari berkata : “wahai tuan, ada dua nikmat yang Allah berikan kepada saya dan itu lebih saya cintai dari pada dunia dan seisinya, yang nikmat ini tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang Allah cintai. Dua nikmat itu adalah nikmat hati yang selalu mampu bersyukur dan nikmat lisan yang selalu mampu berdzikir”.
Dari kisah tersebut dapat diambil hikmah bahwa hati yang selalu bersyukur, selalu merasa bahagia akan membimbing kita untuk selalu berdzikir memuji Allah SWT. Sedangkan hati yang tidak bersyukur akan membimbing lisan untuk terus mengeluh, mengutuk bahkan menyalahkan Allah.
Oleh : Maulida Nirwana Islami, S.Si.