Ini kisah tentang 3 sahabat berseragam putih biru. Mereka berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda. Yang pertama ada De. De adalah anak lulusan SD yang mulai beranjak dewasa, dilahirkan dari keluarga keturunan Madura dan Jawa. Dibesarkan dari keluarga yang agamis, orang bilang anaknya pak Haji. De anaknya periang, suka becanda, terkadang usil. Meskipun begitu, teman-temannya betah berada di dekatnya karena pandai membuat suasana jadi ramai dan penuh tawa.
Kedua adalah Lin. Ia ini lahir dari keturunan Papua dan Jawa. Lin anaknya sedikit sombong karena pintar Bahasa lnggris dan suka banget dengan boy band, sehingga Lin terkadang memandang rendah anak-anak cowok yang ada di sekolahnya. Lin menganggap tidak ada lelaki yang ganteng seperti boyband favoritnya. Terakhir ini adalah Nia. Nia keturunan Jawa tetapi lahir dan besar di Bali. Nia ini dari keluarga mampu sama dengan Lin dan De ketiganya terlahir dari keluarga Mampu. Nia anaknya pendiam, pemalu, dan peka. Mungkin itu yang membuatnya menyukai dunia seni dari kecil.
Nia dari kecil senang sekali menggambar. Sudah berapa banyak kertas yang dihabiskan untuk hobinya yang satu ini. Suatu ketika keadaan mereka berbeda dibanding sebelumnya. Usaha keluarga De bangkrut sehingga mereka jatuh miskin dan tidak berapa lama ibunya meninggal. Lin juga bernasib sama Papa Lin meninggal, otomatis keadaan ekonomi keluarganya menjadi terpuruk.
Sedangkan Nia ketika lulus SMA takdirnya sama seperti kedua sahabatnya keluarganya terpuruk dan tidak punya apa-apa lagi. Namun, hal itu tidak membuat pribadi De berubah, tetap periang dan humoris. Hanya Lin yang sedikit berubah yang dulunya sombong kini jadi pendiam dan tidak banyak bicara. Namun, situasi itu membuat Lin tumbuh menjadi anak yang tegar dan tidak putus asa, Lin kembali ceria, hanya ada yang berubah pada dirinya, Alhamdulillah Lin, tidak sombong lagi. Justru jadi lebih dewasa dan mandiri. Nia senang dengan perubahan sikap temannya yang tidak sombong lagi. Dan mereka bersahabat baik dari SMP hingga diantara kedua sahabatnya menikah.
De menikah lebih dulu dan mempunyai anak satu dan memutuskan pindah ke Jawa. Lin akhirnya menjadi seorang Manager Front Office di sebuah Hotel di Bali. Nia akhirnya menyusul De menikah dan mempunyai dua anak. Lama tidak ketemu De sudah menjadi Guru, namun pada akhirnya menjadi seorang Single Parents untuk anak semata wayangnya. De tidak berubah tetap humoris dan periang. Walau begitu banyak ujian hidup yang dihadapinya.
Lin apa kabarnya? Lin belum menikah tetapi hidup bahagia bersama Mama dan adik-adiknya. Lin sendiri tidak mau menikah jika tidak dengan Bule, katanya. Namun pada akhirnya Lin pasrah siapapun jodohnya Lin ikhlas asal ada yang mau dengannya. Kehidupan Lin lebih beruntung dari segi materi dibanding kedua sahabatnya. Lalu bagaimana dengan takdir Nia, Nia juga menjadi Guru dan hidup bahagia bersama suami dan kedua anaknya. Walau mungkin dari segi ekonomi kurang dibanding Lin yang masih Single.
Hikmah yang bisa kita ambil dari cerita ini adalah bahwa kebahagiaan itu kita yang menciptakan, walau tidak sesuai seperti yang diharapkan. Hidup ini adalah pilihan. Syukuri apa yang sudah kita miliki saat ini. Bergunalah bagi orang lain, lakukan yang terbaik selagi masih ada waktu. Sayangi keluargamu, luangkan waktu bersama mereka sebaik-baiknya. Quality time better than Quantity time.
Oleh: Yuniar Pasatrina Arifianti S.Sn.