” Dan biarkan lumpur-lumpur itu basah saja sampai jadi lempung
Dan biarkan lempung diolah sama air
Dan biarkan saja lempung itu dihembus sama angin
Dan biarkan saja lempung itu dibakar sama api
Jadi apa saja “
Sebagaimana manusia dicipta, ada waktu, bentuk, dan ruang yang mengiringinya. Lempung bisa diubah apa saja. Atap rumah misalnya yang fungsinya menaungi orang-orang di bawahnya, padahal cuma lempung yang biasa diinjak dan tak diperhatikan. Namun, ia bisa berada lebih tinggi daripada yang biasa menginjaknya.
Hidup di dunia hanya sementara, maka kita selayaknya mempergunakan sebaik-baiknya. Bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Tentunya sesuai dengan kemampuan, profesi atau bidang masing-masing.
Selama orang hidup di dunia banyak berbuat kebajikan, amal jariah kepada orang lain, niscaya akan dikenang orang lain. Pada akhirnya akan kembali ke hadirat maha kuasa.
Seperti dalam puisi berjudul “Maka, tanamlah kembali”, bahwa hidup adalah menanam. Sebab tanpa menanam, kita tidak akan memetik. Dan, apa yang kita petik tergantung apa yang kita tanam. Kalau yang kita menanam kebaikan, maka kebaikan pula yang kita petik.
Hidup adalah perjuangan, penuh duri, penuh luka. Semoga kita tidak pernah putus asa terhadap rahmat-Nya. Berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari apa-apa yang telah terbungkus oleh kenangan—di masa apa-apa yang sudah—lalu.
Oleh : Imran Rosyadi Kadir