Identitas Buku
- Penulis: Kim Suhyun
- Ukuran: 13 x 19 cm
- Tebal: xii + 296 hlm
- Penerbit: TransMedia Pustaka
- ISBN: 978-623-7100-29-4
- Harga: Rp99.000,-
- Kategori: Pengembangan Diri
Ikhtisar Buku
Di sekeliling kita banyak sekali realita hidup seperti ini, entah itu di rumah, di tetangga, di lingkungan keluarga, tempat kerja, dan lain-lain yang menuntut kita untuk melewati tahapan hidup dengan sempurna, sempurna seperti apa itu maksudnya, sempurna kuliahnya,lulus tepat waktu,lulus dengan nilai cumlaud, sempurna fisiknya, karirnya, perjalanan cintanya dan lain2.
Isi buku HIDUP APA ADANYA membuka pikiran kita bahwa apa pun penilaian dan pendapat orang lain tidak akan memberikan pengaruh pada kehidupan kita, terutama tentang kebahagiaan. Menjadi diri sendiri dan menerima keadaan sesuai dengan porsi yang sesungguhnya akan membuat kita mensyukuri segala hal yang ada di hidup ini, sekecil apa pun itu.
Buku ini terdiri dari 6 bagian to-do list dan setiap bagiannya mempunya pesan tersendiri untuk setiap pembacanya.
- Kita diajak untuk menghormati diri sendiri dulu. Apapun yang kita miliki sekarang, pencapaian, bagaimanapun bentuk kita, apapun itu kita harus bisa melihat diri kita ini spesial dan we have to apreciate it. Seperti kutipan dari buku ini yang mengatakan bahwa membandingkan diri dengan kehidupan orang lain di Instagram hanya akan menyengsarakan diri sendiri. Titik dewasa yang sesungguhnya itu ketika seseorang sudah menerima diri yang biasa-biasa saja dan akan melakukan kegiatan yang bermanfaat. Ketika tau siapa diri kita, maka kehidupan sosial kita juga akan berangsur mengikuti, karena paham posisi kita dalam lingkungan kita. Memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, menghormati orang lain apapun dia dan jangan sekali-sekali menghina kehidupan orang lain.
- Selanjutnya bercerita mengenai “be your self” menghargai nilai yang ada pada diri kita sendiri. How to handle your self dan what’s your value yang paling dibahas disini. Temukan caramu untuk menghargai diri sendiri ketika ada orang yang menjelekkan dirimu. Berani untuk menjalani hidup as who you are, not because what people think about you. Seolah-olah penulis mengajak kita untuk menjalani kehidupan ya berdasarkan yang kita suka bukan biar disukai/dihargai orang.
- Bagian ketiga kita diajak untuk tidak berlarut-larut dalam kecemasan. Memang untuk bertahan di dunia pekerjaan dimana kita tidak bisa dihargai layaknya orang yang ingin bekerja, kita pasti banyak makan hati. Apalagi di usia yang terbilang muda ini, banyak sekali tuntutan ini itu dari lingkungan sosial kita yang hanya membuat kita semakin tertekan batin secara perlahan, ya kan? Kita jadi super sensitif, menutup diri seolah kita ini baik-baik saja padahal sama sekali tidak. Ujung-ujungnya itu akan memperpanjang kesedihan. Nah, Disini penulis mau ngajak kita untuk berpikir bahwa masalah yang ada saat ini bukan hanya terjadi pada kita saja. Kalau kamu sedang tidak baik-baik saja, it’s okay. Karena ketika kamu mengakui pada dirimu sendiri bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja cukup membantu untuk kamu bisa memahami permasalahanmu. It’s Okay To Not Be Okay.
- Setelah kita mengetahui cara mengenali diri, permasalahan dan mengakuinya sebagai identitas diri sendiri. Maka selanjutnya penulis Kim Suhyun mengajak kita sebagai pembaca bisa hidup berdampingan dengan orang lain. Memang kita sebagai manusia sejatinya adalah makhluk sosial. Apalagi disini penulis banyak bercerita akan kehidupan sosial orang “Asia” yang memang sangat mirip dengan di Indonesia. Sopan santun, itu salah satu norma sosial di Asia yang dijunjung penuh, apalagi rasa “gak enakan” yang jika dipelihara terus akan menyiksa diri sendiri. Kita hidup bukan untuk mendapat pengertian dari orang lain. Juga kita hidup bukan untuk bisa dipahami oleh orang-orang yang berpikiran sempit. Apalagi Asia itu cenderung suka mencampuri urusan orang lain dan berburuk sangka dahulu sebelum tau yang sebenarnya.
Di sini sedikit dijelaskan mengenai kultur orang Korea Selatan dan Jepang yang memiliki kemiripan, yakni dimana mereka hidup sebagai individual yang kolektivisme yang justru orang-orang disana sekarang tinggi level individualisme berbanding lurus dengan tinggi level kebahagiaannya. Persaingan sehari-hari sudah mendarah daging di kehidupan kita seolah-olah hidup ini adalah perlombaan siapa yang paling hebat dialah juaranya.
- Pada chapter lima kita diajak untuk kita tidak terlalu menyalahkan diri sendiri atas kegagalan, tidak khawatir berlebihan, membuat landasan dalam harapan, jangan mau diadu dengan teman sendiri oleh persaingan yang dibuat oleh manusia. Khawatir itu akan selalu ada, namun sikap tahan banting kita dan selalu berusaha sembuh dari khawatir berlebihan itu yang diperlukan. Satu kalimat dari chapter ini yang menurut saya sangat bagus:
“Dunia ini adalah tempat yang memiliki maksud baik dan siapa pun itu senantiasa dapat memberikan bantuan jika kita jatuh dalam keadaan yang sulit”
- Chapter terakhir yakni kehidupan yang lebih berarti ketika kita membuat bahagia bukan sebagai tujuan hidup, atur kebahagiaanmu sendiri, ikhlaskan masa lalumu, mencintai ketidaksempurnaan diri sendiri, dan hidup sebagai orang yang dewasa. Fakta bahwa manusia bukan diciptakan untuk bahagia. Hakikatnya manusia memiliki 5 jenis perasaan yang terdiri dari gembira, marah, benci, takut, sedih dan kaget. Tidak apa-apa sesekali merasakan sedih atau marah, karena jika tidak pernah merasakan itu maka kita tidak akan tau apa itu rasa bahagia. Bener banget ya kalimat ini pas banget, lika-liku kehidupan pasti akan selalu ada. Cara kita menyikapi dan menghadapi itu semua serta membuatnya menjadi berkah juga menutupnya dengan bahagia itulah cara terbaik kita.
- Kesimpulan:
Buku “HIDUP APA ADANYA” membuka pikiran kita bahwa apa pun penilaian dan pendapat orang lain tidak akan memberikan pengaruh pada kehidupan kita, terutama tentang kebahagiaan. Menjadi diri sendiri dan menerima keadaan sesuai dengan porsi yang sesungguhnya akan membuat kita mensyukuri segala hal yang ada di hidup ini, sekecil apa pun itu.
Oleh Nova Nurana, S.Pd.