Sholat menurut bahasa adalah do’a. Sedangkan menurut istilah disampaikan oleh Imam Ar Rafi’i, sholat adalah pekerjaan yang dimulai dengan takbir diakhiri dengan salam dengam syarat-syarat tertentu.
Syarat wajib sholat ada tiga:
- Islam
- Balig
- Berakal
Syarat wajib sholat adalah hal yang menyebabkan seseorang wajib melaksakan sholat. Ketika seseorang telah memenuhi syarat tersebut apabila meninggalkan sholat maka orang tersebut mendapatkan dosa.
Syarat pertama adalah Islam, menjadi syarat wajib mengandung beberapa makna yaitu menunjukkan tidak ada kewajiban sholat bagi orang kafir.
Maka, jika masuk Islam nanti tidak ada kewajiban untuk mengqoda’ sholatnya selama mereka dalam kekafirannya. Berbeda dengan orang yang murtad, ketika dia keluar dari Islam kemudian kembali lagi ke agama Islam maka sholat yang dia tinggalkan selama dia murtad maka wajib hukumnya mengkoda’ sholat yang ditinggalkan tersebut.
Syarat yang kedua adalah Balig. Adapun tanda-tanda anak laki-laki dan perempuan balig itu ada tiga yaitu :
1. Sempurna berumur 15 th. Jika sudah sempurna berumur lima belas tahun maka tidak perlu melihat ciri-ciri yang lain.
2. Mimpi basah.
3. Haid. Adalah keluarnya darah dari rahim perempuan dalam keadaan sehat dan telah berumur sembilan tahun. Apabila seorang perempuan keluar darah sebelum umur sembilan tahun maka darah yang keluar tersebut bukanlah darah haid tapi darah penyakit.
Syarat ketiga adalah berakal. Ini mengandung makna tidak wajibnya sholat bagi orang yang gila.
Syarat-syarat sholat ada lima yaitu :
- Suci dari hadats baik hadats kecil maupun hadats besar
- Suci dari najis
- Tempat yang suci
- Masuk waktu sholat
Masuk waktu sholat, termasuk syarat yang harus diperhatikan karena ketika sesorang akan menunaikan sholat dalam kondisi ragu akan masuknya waktu sholat maka sholatnya bisa menjadi tidak sah.
- Menghadap kiblat.
Ada dua kondisi yang menyebabkan diperbolehkan tidak menghadap kiblat
- Syiddatul khauf kondisi genting atau dalam kondisi peperangan, baik melaksanakan sholat sunnah maupun sholat wajib.
- Melaksanakan sholat sunnah di atas kendaraan ketika dalam perjalanan.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قاَلَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا )) رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيثٌ حَسَنٌ ))
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan hadits tersebut hasan.) [HR. Tirmidzi, no. 413 dan An-Nasa’i, no. 466. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.]
Hadits di atas menunjukkan bahwa sholat menjadi barometer keselamatan serang hamba. Apabila sholatnya sudah diterima oleh Allah maka amal yang lain akan di terima juga oleh Allah. Jika sholatnya sudah baik maka ibadah dan amalnya yang lain juga akan menjadi baik.
Bagaimana tidak, seorang hamba yang menyadari bagaiman dirinya berkomunikasi langsung dengan sang penciptanya, satu hari satu malam ada 17 rakaat yang wajib dilaksanakan. Dalam setiap rakaatnya seorang hamba memohon pertolongan kepada sang penciptanya, menyerahkan semuanya kepada sang pemegang kuasa, bukankah Dia sebaik-baik penolong.
Dia adalah satu-satunya penolong, muara dari sujudnya adalah tiada kesulitan baginya karena penolongnya sang rabbinya. Terlampau mudah bagi penolongnya untuk memberikan jalan kemudahan atas kesulitan-kesulitannya. Hingga hatinya terpaut hanya kepadanya, hingga makna bahagia dipetiknya.
Baginya Bahagia itu, saat mengangkat tangan melepas semua belenggu dari selain kepada sang pencipta, belenggu semua kebendaan, belenggu dari ketakutan akan ketiadaan suapan, ketakutan dengan menjauhnya semua perhiasan, ketakutan kehilangan cinta dari sesama hamba, ketakutan dari kehilangan semua yang menghiasi dunia fana ini, bukankah dunia adalah permainan semata. Saat itu hati hanya tertuju padanya
وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَعِبٌ۬ وَلَهۡوٌ۬ۖ وَلَلدَّارُ ٱلۡأَخِرَةُ خَيۡرٌ۬ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَۗ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ
”Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[3]. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am: 32)
Mengangkat tangan beriring kalimat“ Allahu Akbar” meniadakan semua yang ada, menzhohirkan yang tiada. Semua yang ada di atas genggamannya. Menghilangkan keangkuhan yang terkadang menjelma merasuki hati yang tidak kuasa menahan serangan hawa dibisik syaithan yang hina karena dibayang-bayangi kursi empuk dan tahta ataukah emas permata bahkan terkadang bersembunyi dalam ilmu yang bermuara di pintu neraka karena membawanya ke telaga keangkuhan dan kesombongan ataukah membuatnya semena-mena dan banyak menzolimi sesama.
”Allahu Akbar” Tafakkuri sesaat saja, saat menautkan hati hanya kepadanya menemu hamba penuh hina di hadapan sang pencipta menundukkan kepala memandangi asal mula insan semua, tanah di injak itu asal sejati kita. Tanyakan pada diri kita ”Pantaskah kita berbangga? ”Kepala tertunduk agar kita memikirkannya, agar berguna dan menjadi mulia bagi siapa yang bisa mensyukurinya beramal sesuai dengan tuntunan agama telah jelas dalam firmannya. Bagi siapa yang mengikutinya akan mendapat balasan surganya jika melanggar maka akan jelas menjadi hina.
ILAHI
Pelita hati
Bergetar dalam dada
Mengalir sejernih mutiara
Bersandar kepada yang abadan abada
Tidak ada nama ana, kami ataupun kita
Mengenal diri sebgai sang hamba
Menyelami diri
Menghapus gulita
Mendatangkan pelita
Merunduk menatap pijakan
Merenungkan sejati wajah jelita
Menatap langit saat engkau di angkasa
Titik semu menawarimu tautan dadu
Merangkak dalam siang malammu
Kupanggil diriku dengan cintamu
Agar aku tidak terpana
Dahsyat sungguh dahsyat
Kutipan cerita rayunya
Namu terlampau kuat
Sang pemiliknya
untukku pinta pertolongannya
Sumber:
-Kitab Fathul Qarib (Fiqih)
Oleh : Al ‘Ansori, QH., S. Pd.