BERUPAYA TANPA JEDA, BERSYUKUR TANPA KENDUR

Identitas Buku

  • Judul                           : Berupaya Tanpa Jeda, Bersyukur Tanpa Kendur
  • Penulis                        : Syaiful Anshor
  • Penerbit                       : QultumMedia
  • Cetakan/Tahun terbit  : 1/2016
  • Jumlah Bab                 : 3 Bab
  • Harga Buku                 : Rp. 47.000
  • Tebal Buku                 : 263 halaman

Ikhtisar Buku

            Buku ini merupakan salah satu dari ribuan buku motivasi yang mengingatkan kita untuk senantiasa bersyukur dalam setiap hal. Buku “Berupaya tanpa Jeda, Bersyukur tanpa Kendur” juga dilengkapi dengan kiat dan tips bersyukur dalam segala hal serta yang tidak kalah menarik di dalamnya juga dilengkapi dengan kisah-kisah inspiratif yang diambil berdasarkan kisah nyata.

            Salah satu kisah yang dapat dijadikan renungan adalah kisah tentang seorang laki-laki kaya raya yang hidup serba berkecukupan karena setiap harinya dia pergunakan waktu dan tenaganya untuk mengumpulkan uang. Namun, di usia senjanya semua yang dimiliki perlahan pergi. Hal ini karena dia selalu mengira bahwa “kebahagiaan” hanya terletak pada harta ( kekayaan duniawi) yang selama ini dia cari. Dia melupakan dua kenikmatan utama yang pada hakikatnya itu adalah kenikmatan yang termahal diantara yang lainnya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang. Yang perlu diingat bahwa tidak semua nikmat sehat dan waktu luang akan diberikan kepada semua orang. Banyak orang terbaring sakit di rumah sakit yang menginginkan nikmat sehat. Banyak pula orang yang tidak lagi memiliki waktu luang, selalu disibukkan dengan berbagai aktivitas yang tidak ada habisnya.

            Kisah tersebut mengajarkan kepada para pembaca untuk senantiasa bersyukur kepada Allah dalam situasi dan kondisi apa pun. Mensyukuri nikmat yang melekat pada diri sebelum nikmat tersebut diambil oleh Allah.

            Sedikit banyak rezeki bukan jaminan keberkahan hidup. Ada orang yang diberi rezeki dalam jumlah kecil namun senantiasa bersyukur dan taat beribadah, maka Allah  pun melimpahkan keberkahan dan kebahagiaan. Sebaliknya, ada pula yang diberi rezeki sedikit namun mengkufuri nikmat, maka Allah akan jauhkan dari keberkahan dan kebahagiaan. Begitu pula orang yang diberi rezeki banyak, apabila disyukuri dan diperoleh dengan cara yang baik dan halal insyallah akan diberkahi dan dilimpahkan kebahagiaan. Jika diperoleh dengan cara yang haram serta tidak bersyukur, maka hidupnya akan jauh dari keberkahan hidup.

            Persoalan keberkahan hidup adalah cara pandang, cara mendapatkan dan cara menyikapi. Berkah adalah bertambahnya kebaikan. Kebaikan dalam segala hal, berupa harta, kesehatan, ilmu, dan amal. Seperti yang diuraikan oleh Imam Nawawi, berkah adalah kebaikan yang banyak dan abadi. Sebab, hakikat keberkahan adalah kebaikan yang terus tumbuh, berkembang dan bertambah. Keberkahan hidup bukan bergantung pada jumlah, besar atau kecilnya nikmat yang kita punya. Tetapi sejauh mana bersyukurnya kita kepada Allah SWT.

            Dalam hal duniawi Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk melihat ke bawah, bukan ke atas. Yang dimaksud melihat ke bawah adalah, melihat orang yang memiliki rezeki di bawah kita, bukan di atas kita yang lebih baik, lebih banyak, dan lebih sukses. Karena melihat nikmat orang lain yang berada di bawah kita akan melahirkan rasa syukur yang tinggi kepada Allah, ternyata kita masih diberi nikmat yang lebih baik dan lebih banyak dari orang lain. Kondisi ini secara tidak langsung akan melahirkan rasa ikhlas dan ridha atas takdir yang diberikan Allah. “Barang siapa ingin hidup lapang dalam agama dan kemudian makmur dalam urusan dunia, hendaklah ia memandang kepada yang melebihinya dalam kadar waranya dan memandang kepada yang lebih sedikit dalam kadar hartanya.”

            Bersyukur itu tidak hanya melintaskan tahmid dalam hati dan melafadzkannya dengan lisan, tetapi juga melibatkan seluruh anggota badan agar lebih dekat kepada Allah. Ibnu Qudamah dalam kitab Minhajul Qashidin menjelaskan, syukur dilakukan dengan tiga hal : hati, lidah, dan anggota tubuh. Jadi ketiga hal tersebut harus digunakan untuk bersyukur. Bagaimanakah caranya?

            Pertama, bersyukur dengan hati. Hal ini bermaksud untuk kebaikan dan menyebarkannya kepada semua orang. Syukur atas nikmat Allah harus terpancar dari lubuk hati yang terdalam.jangan sampai hati mengingkari nikmat-Nya. Setiap kali mendapat nikmat hati selalu berucap  alhamdulillah.

            Kedua, bersyukur dengan lisan, yaitu menampakkan syukur kepada Allah dengan cara memuji-Nya. Orang yang bersyukur selalu membasahi lisannya dengan kalimat tahmid. Tidak pula kering dari berdoa dan beristighfar.

            Ketiga, bersyukur dengan anggota badan, yaitu mempergunakan kenikmatan dari Allah untuk taat kepada-Nya dan tidak menggunakannya untuk mendurhakai-Nya. Jadi, wujud syukur kepada Allah tidak hanya melintaskan tahmid dalam hati dan melafazkannya dengan lisan, tetapi tak kalah penting mewujudkannya dalam perbuatan, melibatkan seluruh anggota badan : tangan, mata, mulut, dan kaki untuk mendekatkan diri dan taat kepada-Nya.

            Orang yang bahagia adalah orang yang paling banyak bersyukur. Semakin bersyukur, maka akan semakin bahagia. Karena kebahagiaan orang yang bersyukur itu tanpa batas. Dia tidak tersekat oleh materi dan situasi. Baik saat sempit maupun lapang. Baik saat kaya maupun miskin. Sebab, kebahagiaan itu terletak di hati. Selama hati bersyukur dan ikhlas, apa pun yang telah ditakdirkan Allah dia akan tetap hidup bahagia.

Oleh : Maulida Nirwana Islami, S. Si.

Share Yuk ...

Leave a Replay