BERANI TIDAK DISUKAI

Identitas Buku

  • Judul: Berani Tidak Disukai
  • Genre: Self Improvement
  • Penulis: Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga
  • Penerjemah: Agnes Cynthia
  • Bahasa: Indonesia
  • Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
  • Tahun Terbit: 2023
  • Jumlah Halaman: 334 halaman
  • ISBN: 978-602-06-6720-1
  • Harga Buku: Rp115.000,00-

Ikhtisar Buku

Buku Berani Tidak Disukai, yang sudah terjual lebih dari 3,5 juta eksemplar, mengungkap rahasia mengeluarkan kekuatan terpendam yang memungkinkan kita untuk meraih kebahagiaan yang hakiki dan menjadi sosok yang kita idam-idamkan. Apakah kebahagiaan adalah sesuatu yang kita pilih?

Berani Tidak Disukai menyajikan jawabannya secara sederhana dan langsung. Berdasarkan teori Alfred Adler, satu dari tiga psikolog terkemuka abad ke-19 selain Freud dan Jung. Buku ini ditulis dalam bentuk dialog naratif antara seorang filsuf dan seorang pemuda.

Dalam percakapan yang terjalin selama lima malam, sang filsuf membantu seorang pemuda tersebut untuk memahami bagaimana ia mampu menentukan arah hidupnya, bebas dari belenggu trauma masa lalu dan beban ekspektasi orang lain.

Buku ini akan memandu kita memahami konsep memaafkan diri sendiri, mencintai diri, dan menyingkirkan hal-hal yang tidak penting dari pikiran. Cara pikir yang membebaskan ini memungkinkan kita membangun keberanian untuk mengubah dan mengabaikan batasan yang mungkin kita berlakukan bagi diri kita.

Ada beberapa insight yang dapat diambil dari buku ini, diantaranya :

Manusia Tidak Dikendalikan oleh Masa lalu

Dimana di dalam buku ini akan dipaparkan teori psikologi dari Adler yang menjelaskan bahwa trauma secara definitif tidak diterima dan jelas hal ini bertentangan dengan psikologi Freud yang menganggap bahwa “luka batin” seseorang merupakan trauma yang menyebabkan ketidakbahagiaannya di masa saat ini.

Teori Adler ini menolak alasan dari trauma tersebut dan mengatakan bahwa tidak adanya suatu pengalaman yang secara khusus menyebabkan sebuah keberhasilan maupun kegagalan dari seorang individu.

Dan tidak berarti bahwa terjadi suatu “pengalaman” trauma seperti layaknya sebuah insiden atau perlakuan yang kejam di saat kanan-kanak tidak memberikan pengaruh dari terbentuknya kepribadian seseorang justru dipercaya akan mempengaruhi kekuatan seseorang.

Tetapi yang ingin ditegaskan disini adalah tidak ada yang benar-benar ditentukan dari pengaruh tersebut. Kita tidak ditentukan oleh pengalaman hidup kita, hidup kita pun tidak ditentukan oleh pengalaman hidup kita di masa lalu.

Yang menjadikan sebuah persoalan tidak selalu “apa yang terjadi” namun “bagaimana menyikapinya”.  Masa lalu tidak bisa kita ubah apalagi kembali kemasa itu. Jika kita terus menerus memikirkan atau bahkan tinggal di lubang masa lalu kita, kita akan terikat oleh masa lalu dan jauh dari kebahagiaan yang ada di depan.

Kehidupan ini tidaklah hal mudah untuk dijalani dan jika kita memilih untuk tetap hidup di masa lalu kita akan sulit untuk mengambil langkah ke depan untuk menuju kehidupan yang maju dan efektif di dalam hidup ini.

Kebahagiaan dimulai dari Cara Kita Mencintai Diri Kita Sendiri

Kita akan jauh dari “kebahagiaan” jika kita terlalu fokus dalam mengagumi orang lain dan kehidupannya serta ingin memiliki kehidupan seperti orang tersebut, kita tidak akan merasakan kebahagiaan pada diri kita sendiri dan akan selalu fokus dengan kehidupan orang lain tersebut dan tetap ingin menjadi dirinya.

Jika kita belum mencintai diri kita sendiri dengan apa adanya kita tidak akan merasakan “kebahagiaan” kita perlu mencintai diri kita sendiri. Jika dirasa dari kita ada hal yang kurang disukai mungkin kita bisa merubah itu dengan hal yang membuat kita senang, namun merubah disini berbeda dengan merubah diri kita agar sama dengan orang lain.

Jika kita terus berharap bisa terlahir dengan pribadi yang bukan diri kita, kita sama saja berharap untuk menjadi orang lain dan membuang diri kita sendiri.

Namun jika ditelaah memang di kehidupan ini akan sulit untuk menemukan seseorang yang bangga dengan menunjukan kebahagiaannya pada dirinya sendiri namun setidaknya mereka tidak merasa ingin menjadi orang lain dan menerima dirinya sendiri dengan apa adanya, dan hal tersebut sudah lebih dari cukup untuk menuju “kebahagiaan”.

Di kehidupan ini memang tidak semua orang dilahirkan dengan kondisi yang baik dan makmur, ada pula mereka yang terlahir tidak beruntung dengan segala kekurangan yang dimiliki. Kesenjangan ini adalah realitas di dunia ini.

Namun, buku ini tidak memperkarakan mengenai keadaan kehidupan seseorang yang dilahirkan dengan keadaan yang tidak membahagiakan atau berakhir pada situasi yang tidak membahagiakan. Dimana hal itu disebabkan oleh kita yang menilai bahwa “menjadi tidak bahagia” baik untuk kita.

Sebuah teori psikologi Adler yang merupakan psikologi keberanian, dimana ketidakbahagiaan tidak bisa disalahkan dari masa lalu ataupun lingkungan sekitar atau karena kemampuan yang tidak kita miliki.

Kita hanya “kurang” dalam membangun keberanian untuk menuju kebahagiaan ketika kita mencoba untuk mengubah arah kehidupan, keberaniaan kita akan diuji disana. Karena sebelumnya kita berpikir bahwa kehidupan yang kita miliki saat ini adalah sebuah praktis sehingga lebih mudah untuk membiarkan kehidupan kita dengan apa adanya.

Jika kita masih saja berasumsi kalo kita bisa menjadi orang lain kita bisa menjadi bahagia atau dengan berkata “Kalau saja bisa menjadi orang seperti Y, aku pasti bahagia” “Andai saja ini dan itu terjadi” sekali lagi itu tidak akan membuat kita bahagia. Kata-kata tersebut akan menjadi stimulus bagi kita untuk tidak berubah menjadi versi dirimu yang lebih baik, karena itu kita harus mengambil sebuah keputusan untuk menghentikan hal ini.

Semua Persoalan adalah Tentang Hubungan Interpersonal yang Muncul dari dalam Diri Sendiri

Melalui cara teoritis Adler menegaskan bahwa semua persoalan mengenai hubungan interpersonal disebabkan oleh manusia yang pada dasarnya adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan akan terus saling berinteraksi satu dengan yang lainnya dengan segala macam perbedaan yang dimiliki masing-masing manusia.

Kebanyakan orang yang merasa dirinya tidak memiliki kelebihan sedikitpun dan kelebihan tersebut tidak ada dalam dirinya merasakan bahwa dirinya sangat rendah dan tidak memiliki kepercayaan diri dan selalu merasa pesimis terhadap suatu hal dan selalu merasa khawatir terhadap pikiran orang lain.

Karena hanya fokus dalam memperhatikan kekurangan kita menjadi tidak melihat hal-hal kelebihan dalam diri kita, hal ini dinamakan perasaan “inferior” yang dimana seseorang merasa diri tidak sebaik orang lain dan selalu membandingkan dirinya dengan “ukuran” orang lain, merasa diri rendah dan muncul rasa minder yang berlebihan. Jika perasaan inferior ini terlalu kuat maka kita akan menganggap diri kita negatif.

Menurut Adler perasaan inferior yang positif sebenarnya justru bisa menjadi pemicu seseorang untuk bekerja keras dan akan menjadi “cambuk” serta “motivasi” dalam mencapai tujuan utama yaitu kualitas diri yang semakin baik.

Hidup Bukan untuk Mendapat Pengakuan dari Orang Lain

Teori ini dipaparkan oleh Adler untuk mengingkari kebutuhan dalam mencari pengakuan dari orang lain, dalam proses mendapat pengakuan dari orang lain jelas menggembirakan namun hal yang salah jika menganggap bahwa suatu pengakuan merupakan suatu hal yang perlu dirasakan dan didapatkan terus menerus.

Teori dari psikologi Adler ini sangatlah kritis terhadap pendidikan dengan metode reward dan punishment. Melalui bentuk dari cara berpikir inilah yang membentuk cara berpikir yang keliru bahwa “Kalau tidak ada yang memujiku, aku tidak akan mengambil tindakan yang tepat. Dan kalau tidak ada yang menghukumku, aku juga akan terlibat pada tindakan yang tidak tepat.” 

Kita tidak perlu memuaskan ekspektasi semua orang dalam melakukan sesuatu, karena bila itu terus dilakukan kita tidak akan memiliki keyakinan terhadap diri kita sendiri.

Yang kita bisa lakukan dengan hidup kita sendiri dengan memilih jalan terbaik dari diri kita sendiri, dengan menjalani prinsip kita sendiri meskipun dengan “resiko” tidak disukai oleh orang-orang sekitar. Dengan keberanian tersebut dengan tujuan perjalanan menuju diri sendiri yang sesuai dengan prinsip hidup kita dan juga mencakupi keberanian untuk tidak disukai orang-orang.

Temukan Kebahagiaan Melalui Kemampuan Menerima Diri dan Keberanian

Di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, manusia tidak bisa memastikan hal-hal di dunia ini yang bisa di ubah dan hal-hal yang tidak bisa diubahnya. Manusia tidak bisa mengubah apa dirinya dilahirkan, namun dengan kekuatan diri sendiri kita sebagai manusia bisa berupaya mengubah cara hingga pemanfaatan hal-hal tersebut.

Hal ini dalam teori Psikologi Adler menyebutnya dengan istilah “kepasrahaan positif” dimana kita sebagai manusia perlu untuk fokus dengan apa yang bisa di ubah daripada berfokus pada apa yang tidak bisa diubah dan menerima diri sendiri apa adanya dan mengubah hal yang bisa untuk di ubah hal ini disebut dengan penerimaan diri.

Melalui konsep ini jika dihubungkan dengan urusan keyakinan dalam beragama, kita bisa memohon kepada yang di atas Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan kedamaian dan penerimaan diri terhadap segala hal yang bisa diubah maupun tidak bisa diubah karena kebanyakan dari kita tidak kekurang “kemampuan” namun lebih kekurangan “keberanian”.

Jika seseorang benar-benar memiliki upaya untuk benar-benar berkontribusi untuk sekitarnya, seseorang tidak lagi membutuhkan pengakuan dari orang lain di sekitarnya karena seseorang tersebut sudah memiliki suatu kesadaran yang sesungguhnya bahwa dirinya berguna tanpa perlu mengeluarkan upaya lebih agar diakui oleh orang lain.

Kesimpulan Buku Berani Tidak Disukai:

  1. Hidup kita tidak ditentukan oleh kehidupan kita di masa lalu, namun dari hal-hal yang kita berikan di masa lalulah serta pengalaman-pengalaman baik maupun buruk itulah yang menentukan bagaimana kita saat ini.
  2. Kebahagiaan diciptakan dan hadir dari cara kita mencintai diri kita sendiri, kebanyakan orang tidak bahagia karena menganggap dirinya akan merasa lebih bahagia jika dirinya menjadi seperti orang lain yang terlihat baik.
  3. Setiap individu perlu memiliki hubungan interpersonal dan jika mereka tidak mampu memiliki “hubungan” tersebut akan menjadi sebuah persoalan  ke depannya.
  4. Kita memiliki hidup yang tidak diciptakan untuk harus “memuaskan” ekspektasi orang lain. Jika hidup dengan tujuan untuk mencapai ekspektasi orang lain terus menerus kalian akan kehilangan keyakinan pada diri kalian sendiri dan hal itu sangat buruk.
  5. Kita akan menemukan kebahagiaan kita sendiri disaat kita dapat menerima dan mencintai diri kita sendiri terlebih dahulu, ditambah dengan kehadiran kita dapat memberikan kontribusi untuk lingkungan sekitar.

Kelebihan dan Kekurangan Buku Berani Tidak Disukai:

Kekurangan

Topik yang disampaikan oleh Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga terkesan cukup susah dimengerti dan tidak bisa langsung dicerna kata-katanya. Jadi, harus dibaca pelan-pelan dan harus dipahami betul apa yang ingin disampaikan oleh penulis. Setidaknya harus dua kali membacanya agar dapat mengerti dan diingat oleh pikiran.

Kelebihan

  • Buku karya Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga ini memiliki alur cerita yang sangat baik.
  • Penulis dalam menyampaikan cerita ini dan tidak lupa dengan kata-kata mutiara yang ditulis dalam buku ini sangatlah menarik.
  • Buku ini dibuat dengan latar percakapan antara seorang filsuf dan pemuda sehingga membuat buku ini menjadi sedikit lebih mudah dimengerti walaupun pokok bahasan atau topiknya lumayan berat.

Demikianlah review buku Berani Tidak Disukai karya Ichiro Kishimi Dan Fumitake Koga mengenai apa yang kita harus lakukan untuk menemukan kebahagiaan diri kita, tanpa harus mengikuti atau menjadi orang lain demi mencari kebahagiaan itu.

Seperti yang dapat di lihat, terdapat berbagai poin-poin dan juga kesimpulan dari dampak kebiasaan baik dalam buku “Berani Tidak Disukai” karya Ichiro Kishimi Dan Fumitake Koga. Akan membawa kita pembacanya dalam penerimaan diri sendiri dan tidak mementingkan ekspektasi orang lain.

Chiro Kishimi dan Fumitake Koga akan menjabarkan hal-hal untuk menerima diri kita sendiri, menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri tanpa harus menjadi orang lain apalagi membuang diri kita sendiri demi menjadi orang lain untuk menuju kebahagiaan adalah hal yang sangat keliru.

Oleh : Vinda Aftarin Fadhilla, S.Pd.

Share Yuk ...

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Leave a Replay

UP

CONTACT

QUICK LINK

APLICATION