Dalam keluarga, peran seorang ayah tentu sangat penting. Termasuk juga untuk urusan mendidik anak. Ayah punya peran yang sangat besar, terutama pemahaman seorang ayah akan tauhid dan akidah di dalam keluarga guna mengarahkan prinsip-prinsip dalam beragama kepada anak-anaknya. Namun sangat disayangkan, dewasa ini peran ayah terkesan hanya sebatas pemenuhan kebutuhan materi duniawi. Meskipun mencari materi bukanlah cela dalam Islam, namun pendidikan kepada anak adalah hal yang utama dan tidak dapat dikesampingkan.
Tak sedikit kita melihat bahwa akibat dari kesalahan pola didik, anak-anak seolah sudah kehilangan peran ayahnya. Karena inilah, sebagai seorang ayah atau calon ayah kita harus sadar bahwa dalam mendidik anak, ada peran orang tua yang tidak ada pada sisi seorang ibu dan harus dilakukan oleh seorang ayah. Lalu, bagaimana ayah dapat berperan aktif dalam pembentukan karakter anak, maka Allah azza wa jalla telah memberikan pelajaran melalui seorang Luqman.
Luqman, dia bukan nabi atau rosul, bukan pula malaikat. Namun, mengapa namanya diabadikan oleh Allah azza wa jalla dalam Al Quran sebagai pegangan hidup umat sepanjang zaman? Ya, Luqman adalah sosok ayah yang menjalankan perannya dengan luar biasa. Dia telah berjasa dalam menyiapkan peradaban dengan mendidik anak-anaknya dengan prinsip-prinsip tauhid.
Luqman adalah ayah yang memberikan pelajaran kepada anaknya dengan penuh rasa cinta. Yaa bunayya, adalah cara ia memanggil anaknya. Panggilan yang sangat indah, bukan? Sebagai seseorang yang telah diberi hikmah oleh Allah azza wa jalla, sudah barang tentu Luqman paham bahwa tauhid adalah pelajaran pertama dan paling utama bagi anaknya.
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman [31] ayat 13)
Ayat ke-13 dalam surat Luqman adalah ayat pertama yang menerangkan bagaimana Luqman memberikan pendidikan kepada anaknya. Wasiat yang sangat agung dari seorang ayah kepada anaknya bahwa mengesakan Allah azza wa jalla adalah harga mati.
Setelah menanamkan nilai-nilai tauhid kepada anaknya, kemudian Luqman kembali memberi wasiat agung kepada anaknya:
(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman [31] ayat 16)
Berdasar ayat 16, seorang ayah hendaklah menekankan kepada anaknya bahwa apapun yang dilakukan seseorang pasti ada balasannya. Hal ini berarti juga bahwa sebaik-baik amal perbuatan adalah ‘amar ma’ruf nahi munkar. Inilah yang nantinya dapat membentuk perilaku seorang anak di masa yang akan datang.
Pada ayat selanjutnya, pelajaran fundamental yang merupakan implementasi dari nilai tauhid yang sebelumnya telah tertanam pun diberikan oleh Luqman kepada anaknya. Ya, sholat.
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman [31] ayat 17)
Orang tua harus benar-benar menekankan kepada anak bahwa sholat adalah wajib dan tidak ada toleransi untuk meninggalkannya. Maka membiasakan anak untuk sholat sejak ia masih kecil adalah langkah konkret untuk menumbuhkan rasa kebutuhan anak terhadap sholat. “Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud). Hadits tersebut memperkuat alasan bahwa orang tua harus tegas mendidik anaknya tentang sholat.
Belajar kembali dari Luqman, ia juga mengajarkan kepada anaknya untuk tidak bersikap sombong dan harus bersikap sederhana.
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman [31] ayat 18-19)
Nasihat-nasihat Luqman tersebut sungguh sangat agung dan penuh hikmah. Sudah seharus seorang ayah meniru apa yang dilakukan Luqman kepada anaknya yang senantiasa menanamkan prinsip-prinsip hidup yang diridhoi Allah azza wa jalla. Semoga kita, khususnya orang tua dapat mendidik anak-anak sebagaimana yang diajarkan oleh Allah azza wa jalla melalui Rosulullah Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam dalam Al QuranNya, salah satunya tentang kisah Luqman.
Oleh: Ahmad Saifuddin, S.Si