Setiap orang ingin berprestasi, mendapat nilai matematika yang tinggi, menang medali olimpiade scince ataupun piala yang berjajar di ruang keluarga. Aku seorang anak yang jauh dari itu, aku bukan ahli fisika, aku bukan ahli botani, aku tak fasih berbahasa inggris, aku pun tak pernah mendapat nilai di atas enam. Sungguh malu pada diriku memang sungguh memalukan.
Bahkan mamaku, Aku heran kenapa aku seperti ini dan tak mampu seperti yang lain, yang mampu memboyong setumpuk medali untuk sang mama, yang mampu membuat mama tersenyum bahagia.
Pagi ini aku seperti anak yang lainnya membawa tas ransel sekolahku dengan mengayuh sepedaku menuju sekolah yang melabeliku sebagai anak ‘tak pintar’. Aku tetap semangat datang ke sekolah, membuka buku pelajaran, mendengarkan penjelasan guru di kelas. Bahkan aku pun tak lupa meminta pertolongan dari sang maha pencipta. Tapi sungguh sungguh tak mengubah keadaan diriku. Jangankan untuk membawa piala ataupun medali untuk mamaku, meraih nilai enam pun itu sudah sangat luar bisa untukku.
Suatu hari kulihat kakek tua sedang membersihkan jalan, kuparkir sepedaku, kutaruh ranselku dan kugulung lengan bajuku, kupungut sampah demi sampah yang berserakan di tempat itu. Sungguh aku tak bisa membiarkan orang lain dalam keadaan seperti itu. Aku tak mampu melangkah ketika ada seseorang yang susah.
Aku tak bisa beranjak ketika orang sedang butuh uluran tangan. Aku tak tahu kenapa, kenapa hati ini tak bisa, tak bisa lari dengan keadaan yang ini. Aku meyakinkan hati ini, Ini takkan menyumbangkan sebuah medali, piagam atupum piala untuk kupersembahkan kepada mamaku. Tapi kenapa aku tetap melakukannya, bahkan aku tak bisa berhenti walau sudah mencoba. Mencoba untuk mengabaikan semua orang yang membutuhkan uluran tangan.
Mama aku tahu, aku bukan anak mama yang cerdas, aku bukan anak mama yang luar biasa, aku bukan anak mama yang bisa juara. Aku hanya mampu membuat orang tersenyum bahagia ketika aku menolongnya. Inilah aku mama, Inilah diriku apa adanya. Rangkul aku mama, meskipun aku tak menyumbang sebuah piala untuk mama. Peluk aku mama meskipun aku tak mampu mengoleksi berbagai medali di ruang keluarga. Sayangi aku mama , karena aku sayang mama
Jimbaran, 21 November 2017
Dewi Sartika