Adab Mengucapkan dan Menjawab Salam

  1. Salam Kepada Perempuan

              Imam Nawawi dalam Al Adzkar berkata, Ulama Syafi’iyah berkata: “Memberi salam sesama wanita sebagaimana pada sesama pria. Adapun seorang pria memberi salam pada wanita dimana wanita tersebut adalah istri, budak, atau mahramnya, maka hukumnya boleh memberi salam kepada mereka-mereka.”

              Sehingga dianjurkan untuk memberi salam kepada salah seorang diantara mereka dan wajib menjawab salamnya. Adapun jika yang diberi salam adalah wanita nonmahram, jika wanita tersebut elok wajahnya, dan khawatir tergoda dengan wanita tersebut, maka tidak boleh seorang pria memberi salam kepada wanita tersebut.

              Jika wanita tadi diberi salam, maka ia tidak perlu membalasnya. Begitu pula wanita tersebut tidak boleh mendahului memberi salam pada si pria tadi. Jika wanita tersebut memberi salam, maka tidak wajib membalasnya dan jika membalasnya, itu dimakruhkan.

Ulama kufah mengatakan: Kaum wanita tidak disyariatkan untuk memulai salam kepada kaum laki-laki, karena kaum wanita dilarang mengumandangkan adzan dan iqamah serta membaca Al-Qur’an dalam shalat dengan suara keras. Mereka melanjutkan, namun ada pengecualian bagi mahram wanita tersebut, maka ia dibolehkan untuk memberi salam kepada laki-laki mahramnya.

Seringkali suara perempuan adalah perkara yang menimbulkan fitnah dan membangunkan syahwat dan kami mencegah dari suara yang keras di dalam beribadah tidak adzan dan tidak iqomah.

  • Salam Kepada Orang yang Melakukan Dzikir dan Do’a

Dzikir dan berdoa sangat penting setelah melakukan sholat. Berdzikir dan berdoa juga membutuhkan kekhusyu’an yang khidmat. Tetapi ketika ada orang yang mengucapkan salam dan tertuju kepada kita seorang diri, itu makruh untuk menjawabnya. Tapi ketika berdzikir dan berdoa bersama ada seseorang mengucapkan salam, cukup 1 orang saja yang menjawab salam untuk mewakili menjawab salam. Agar tidak menganggu konsentrasi orang-orang yang sedang berdzikir dan berdoa bersama.

  • Salam Kepada Orang yang Membaca Al-Qur’an

Seseorang yang sedang menyibukkan dirinya dengan dzikir yang paling tinggi nilainya yakni membaca Al-Qur`an, bukan  penghalang baginya untuk tidak diberi salam dan wajibnya membalas salam tersebut juga tetap wajib baginya.

Bolehnya seorang yang membaca Al-Qur`an untuk memulai salam dan wajib baginya untuk menjawab salam. Dikarenakan  tidak ada satupun dalil syar’i yang shahih yang melarang hal itu. Dan hukum asalnya adalah berpegang dengan keumuman dalil yang mensyariatkan memulai salam dan wajibnya membalas salam kepada seseorang yang mengucapkan salam hingga ada dalil yang mengkhususkan hal itu.

  • Salam Kepada orang yang sedang mendengarkan Khutbah Jum’at

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Terdapat hadis yang menunjukkan larangan berbicara dengan berbagai macam bentuknya ketika imam berkhotbah. Begitu juga dengan perkataan untuk menyuruh orang diam, padahal asalnya ingin melakukan amar ma’ruf (memerintahkan kebaikan), itu pun tetap disebut ‘laghwu’ (perkataan yang sia-sia).

Jika seperti itu saja demikian, maka perkataan yang lainnya tentu jelas terlarang. Jika kita ingin beramar ma’ruf kala itu, maka cukuplah sambil diam dengan berisyarat yang membuat orang lain paham. Jika tidak bisa dipahami, cukup dengan sedikit perkataan dan tidak boleh lebih dari itu.

Termasuk dalam larangan adalah menjawab salam orang lain ketika imam berkhotbah. Balasannya cukup dengan isyarat. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah berkata, “Menjawab salam saat khotbah tidaklah diperintahkan. Bahkan kita hendaknya shalat tahiyyatul masjid, duduk dan tidak mengucapkan salam pada yang lain hingga selesai khotbah.

Jika ada yang memberi salam padamu, maka cukuplah balas dengan isyarat sebagaimana halnya jika engkau diberi salam ketika shalat, yaitu membalasnya cukup dengan isyarat. Jika ada di antara saudaranya yang memberi salam sedangkan saat itu imam sedang berkhotbah, maka balaslah salamnya dengan isyarat, bisa dengan tangan atau kepala. Itu sudah cukup, alhamdulillah.”

  • Salam Kepada Orang yang sedang di Kamar Mandi

              Pertama, ucapan salam tidak diberikan kepada orang yang sedang berada di kamar mandi sampai ia keluar. Akan tetapi kalau seandainya ia diberi ucapan salam sementara ia berada di kamar mandi maka tidak ada cara untuk menjawab salam.   Namun apabila ucapan salam tersebut dijawab dengan isyarat, tetap saja tidak terlihat bagi pemberi salam. Atau menjawab salam dengan ucapan maka tidak sepantasnya berdoa kepada Allah ditempat seperti ini.

              Akan tetapi hendaknya ia menunggu sampai keluar dari kamar mandi. Jika pemberi salam masih berada di tempat maka jawablah salamnya. Namun jika ia telah pergi maka gugur kewajiban menjawab salam. Karena ia telah memberi salam bukan pada kondisi yang tepat untuk menjawab salam.

Referensi :

1. Al-Hafidz Muhiddin Abi Zakaria Yahya bin Syarf al-Nawawi, Al-Adzkar (Libanon: Dar Fikr Beirut, 1994).

2. Al-Syeikh Muhammad bin Sholih al-Utsmani, Syarh Riyadh al-Solihin (Libanon, Dar Ibn ‘Asosoh 2006).

3. Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992).

4. Al-Hafidz Abi Abdillah bin Yazid al-Qazwini Ibn Majah, Sunan Ibn Majah (TK: Dar Fikr, tt).

5. Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madhab al-Arba’ah (Mesir: Dar ‘Ilmiyah, 1899).

Oleh : Fitria Ramadhaningrum, S.Ag.

Share Yuk ...

Leave a Replay