Identitas Buku
- Penulis : Agustinus Wibowo
- Ukuran : 13,5 x 20 cm
- Tebal Buku : 468 halaman
- Penerbit : Penerbit Gramedia Utama
- ISBN : 978-979-22-7463-9
- Harga : Rp. 115.000,-
- Kategori : Non-Fiction, Journey, Traveling
(Ikhtisar Buku) Impian dan Kebanggaan dari Negeri Perang Afghanistan
Afghanistan. Tanpa disadari, nama negara tersebut sudah familiar kita dengar. Tentu informasi yang berkaitan dengan Afghanistan tak jauh-jauh dari peperangan, bom meledak, dan rasa aman yang berdampingan dengan ketakukan atas ancaman keselamatan diri. menarik jauh benang sejarah masa lampau. Afghanistan adalah negara yang penuh sejarah tinggi. berbagai peninggalannya menjadi bukti masa lampau di negara ini pernah tercipta kehidupan yang mengagumkan. Peninggalan-peninggalan masa lampau Sebagian besar kontras dengan cerita ataupun catatan yang pernah ada. Sebagian kecil bangunan peninggalan masa lampau masih terawat, sisanya hilang dan rusak tergerus tangan-tangan manusia.
Agustinus Wibowo membawa kita pada dimensi yang lain tentang Afghanistan. Tak menonjolkan cerita perang, catatan perjalanannya mengulas sudut pandang berbeda tentang kehidupan masyarakat Afghanistan. Di buku Selimut Debu, kita diajak membayangkan tempat yang bernama Bamiyam. Konon di sini pernah ada patung Buddha yang berukuran raksasa. Hanya saja, konflik di Afghanistan membuat peninggalan sejarah tersebut hancur. Tinggal puing-puingnya saja.
Sisa-sisa perang di Bamiyam jauh lebih menonjol, berbagai kendaraan perang, longsongan peluru, hingga tebing-tebing gua penuh bekas tembakan yang dominan. Pada masa peperangan, bamiyam adalah ladang ranjau. Sampai sekarang kita tidak tahu masih ada berapa banyak ranjau yang tersebar. Melangkah lebih jauh, Agustinus Wibowo mengajak kita memasuki dimensi yang lain, turut senam jantung kala dia menulis pengalaman di Kandahar. Suatu tempat yang paling menakutkan di Afghanistan karena ancaman nyawa melayang hanya sejengkal saja. Atau bagaimana kita turut membayangkan perjalanan Agustinus menuju daerah tertentu yang jaraknya ratusan kilometer menaiki kendaraan tua. Melintasi aliran sungai dalam, hawa dingin rasanya membeku, atau malah melintasi barisan gunung nan gersang tanpa ada kehidupan. Perjalanan yang panjang membutuhkan waktu berhari-hari untuk melintasinya.
Agustinus mengunjungi semua lokasi penting di Afghanistan. Mulai dari Kabul: ibu kota yang gemerlap. Bamiyam: kota suci peninggalan Buddha. Kandahar: wilayah konflik markas Taliba. Wakhan: lembah terkucil yang mimpi hidup di Tajikistan. Serat: gerbang mengadu nasib ke Iran nan Makmur. Lalu Provinsi Ghor: jantung negeri yang justru mustahil ditinggali. Juga masih banyak tempat-tempat lain yang dikunjungi Agustinus.
Agustinus juga berusaha mengenal setiap penghuni Afghanistan. Mulai dari penduduk Kabul, hingga pendukung Talibab, pejuang gerilya, tentara Amerika, juga para ekpatriat. Dia juga menyelami setiap suku di negeri miskin ini. Mulai dari Hazara yang berwatak keras dan sering memberontak. Pasthun, yang konservatif dan patuh adat, basis Taliban. Ismaili di Utara yang cenderung bebas dan pro komunis. Wakhi saudara orang-orang Chapursan di Pakistan.
Agustinus terus berpindah untuk membuka tabir Afghanistan. Meski ia tahu negeri ini tak pernah aman. Bisa saja Taliban menculiknya di siang bolong. Bom pun meledak tanpa kenal waktu, tak pula memilih lokasi. Ia bisa mati sia-sia menginjak ranjau kapan pun. Ancaman itu pula yang dirasakan oleh setiap penghuni Afghanistan.
Salah satu kalimat epic yang Agustinus tuliskan ialah “Di sini semua mahal, yang murah cuma satu: nyawa manusia” – Agustinus
Kesimpulan
Buku Selimut Debu tentu dapat menjadi jendela bagi pembaca untuk melihat Afghanistan dari berbagai sudut pandang. Negara ini tak melulu hanya tentang perang dan hal mengerikan lainnya. Ada keindahan penuh sejarah mulai dari tempat sampai peninggalan-peninggalan pemimpin masa lampau, ada bangunan megah berdampingan dengan reruntuhan, dan ada keramah-tamahan masyarakat Afghanistan yang tulus kala menyambut tamu dari luar negaranya.
Oleh : Shafira Meilinda, S.Tr. Ds.