Tidak jarang kita sering mengalami konflik atau perbedaan pendapat dengan orang-orang di sekitar kita. Baik dengan keluarga, saudara, sahabat, rekan kerja ataupun dengan orang yang baru berinteraksi dengan kita. Tidak jarang pula konflik tersebut akan bertahan dengan tempo waktu yang tidak sebentar.
Hal pertama yang kita rasakan tentu perasaan tidak nyaman. Merasa tidak nyaman karena terlalu lama saling mendiamkan. Ada kalanya kita berkeinginan untuk menyudahi konflik tersebut. Namun, sering pula yang terjadi justru kita akan berubah menjadi orang yang pasif. Menunggu dan tetap menunggu sampai orang tersebut memulai untuk menyapa kita. Dan konflik ini akan semakin bertahan lama ketika orang tersebut ternyata sepemikiran dengan kita.
Menjadi orang yang pasif sama seperti kita. Padahal dalam hati mungkin sangat berharap untuk segera mengakhiri konflik yang terjadi. Namun, ada perasaan dimana masing-masing dari kita terlalu nyaman dengan kepasifan kita. Dan inilah yang dinamakan dengan ego. Masing-masing pihak sama-sama kuat dalam menjaga egonya dan memang berat rasanya untuk melawan ego.
Ustadz Hanan Attaki pernah menyampaikan bahwa melawan ego itu ada beberapa macamnya. Salah satunya adalah melawan ego ketika kita harus mengakui kesalahan kita. Ada kisah yang luar biasa yang mengajarkan kepada kita tentang bagaimana caranya mengalahkan ego ketika kita harus mengakui kesalahan kita. Yaitu kisah Rasulullah dengan Shofiyyah yang pada waktu itu masih belum menjadi istri Rasulullah dan Shofiyyah tengah menjadi tawanan kaum muslimin.
Pada waktu itu Shofiyyah dalam keadaan yang sangat benci dan memusuhi Rasulullah. Mengapa? Karena semua keluarga besar Shofiyyah telah terbunuh dalam perang Khaibar. Shofiyyah dalam keadaan yang amat sangat sedih karena kehilangan keluarga besarnya. Kemudian apa yang dilakukan oleh Rasulullah pada waktu itu? Rasulullah datang menemui Shofiyyah untuk meminta maaf.
Apakah Rasulullah salah? Apakah Rasulullah dzalim? Jawabannya adalah tidak. Karena Rasulullah tidak mementingkan egonya. Rasulullah datang dan menjelaskan kepada Shofiyyah tentang persoalan yang sebenarnya terjadi, bahwa sesungguhnya Beliau sudah memberikan kesempatan kepada ayah Shofiyyah. Namun, justru ayahnya menolak dan menyerang Rasulullah,
Begitu dahsyatnya permintaan maaf Rasulullah sampai mengubah Shofiyyah yang awal mulanya sangat benci hingga menjadi jatuh hati. Shofiyyah jatuh hati dengan akhlak dan cara Rasulullah meminta maaf meski dalam keadaan tidak bersalah. Karena cara Rasulullah meminta maaf ternyata tidak cukup satu kali sama seperti orang-orang pada umumnya.
Beliau menjelaskan kemudian meminta maaf, menjelaskan lagi kemudian meminta maaf lagi. Sampai beliau yakin bahwa orang yang dimintai maaf benar-benar sudah memaafkannya. Lalu bagaimana dengan kita? Memang sulit melawan ego dengan cara meminta maaf.
Namun, ternyata karena sulit inilah yang membuat balasan oleh Allah nanti akan luar biasa. Karena dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa balasan itu tergantung pada tingkat kesulitannya dalam beramal. Semakin sulit beramal, maka semakin besar pula balasan oleh Allah kelak. Ketika kita merasa ada ego yang harus kita lawan, makin besarlah pahala yang diperoleh dari amalan itu.
Sumber : ceramah Ustadz Hanan Attaki, Lc
Oleh : Maulida Nirwana Islami, S.Si.