Ku lepas almamater merah itu
Ku Ambil kapur dan penghapus itu
Mengepal tanganku
Mengusap lesu mataku
Peci hitamku tegak terpasang di kepalaku
Memberi aba-aba waktu
Di pagi hari ku disuap sesendok nasi dari jemari pencinta sejati
Di siang hari ku berlari di terik mentari
Lambaian tangannyapun tidak hilang dariku
Kini ku berada di bawah jambu mente itu
Sejarah baru ku di depan pasukan putih itu
Kuperah kuremah kesepah
Manis madu
Kuseru kurayu kuelus
Memberi mimpi
Bagi mereka yang tidak bermimpi
Ku beri mereka pena
Mereka pinta permadani cinta wanita
Ku pinta berjubah
Mereka lebih cinta rupiah
Biji jambu mente itu
Kini dan dulu
Ku bakar
Ku makan dan ku jual
Untuk tegaknya jemariku memegang pena itu
Untaian syahdu ilusi
Menelan mimpi
Melirik langit di tutup awan gelap
Bintang bintang meredup
Sang bulanpun tersudut
Tersungkur di meja-meja pemegang kuasa
Surau biru
Ku buka lembaran baru
Gemersik sang singa menunjukkan tajinya
Air jernih mendayu-dayu
Menemu kaku di sajadah hijau ku
Angan dan harap
Di setiap ketukan deretan pintu-pintu
Tuk… tuk… tuk…
Dar dur dar dur
Suara harap
Sapaan hangat sang guru di malam gelap
Berlayar menemu cinta sang pencipta
Mengumandangkan seru
Bernada syahdu
Memberi komando
Maju anak -anakku
Cintaku tak berbalas cinta
Derapan tasbihku
Menemani dalam kesendirian dalam surau biruku
Aku dan engkau digenggaman takdirnya
Tetaplah membiru dengan putihmu
Tetaplah melaju dengan hatimu
Putih tidak ternoda dengan perih
Merah tetaplah merah
Akan membara dalam darahmu
Darah biru cerita dulu
Temu aku di balutan kain putihku
Aku hidup dalam sukma cintaku
Menyambutmu dengan senyum di pintu sekolah itu
Melambai dengan pena di tanganku
Menatap langkah mu ….
Menghidupkan harap
Buah pena itu
Menjelma dalam sukma-sukma mu
Menjadi raga membawa jaya Bangsa dan Negaramu
Al’Ansori, S.Pd.(Abu Syaikhu)