Belakangan ini muncul sebutan generasi milenial atau generasi Y, dan tidak lama lagi akan diganti oleh generasi Z. Bahkan akan muncul generasi Alfa, entah seperti apa itu wujudnya generasi Alfa nanti. Sebelum membahas genarasi Alfa, kita analisis dulu tentang generasi milenial yang kerap menjadi trending topik dan pembahasan setiap kalangan. Kata milenial dimunculkan oleh dua pakar sejarah asal Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya. Secara khusus tidak ada batasan usia yang membatasi bahwa orang itu disebut generasi milenial atau bukan, namun generasi milenial adalah karakter manusia.
Generasi milenial muncul di dominasi oleh anak muda, lantaran hampir semua anak muda sekarang ini menerapkan karakter generasi milenial. Gaya hidup anak muda sekarang berbeda jauh dengan generasi sebelumnya. Pengaruh globalisasi dan teknologi membuat semuanya berubah. Perubahan zaman yang serba cepat dengan kendaraan teknologinya membuat hidup manusia serba instan dan praktis. Mengirim pesan hanya butuh waktu beberapa detik, memesan barang atau makanan tinggal klik aplikasi dan berkomunikasi jarak jauh tak perlu lagi bertemu. Generasi milenial ini dipersiapkan untuk masa depan bangsa yang lebih dinamis, canggih, dan modern.
Namun, dibalik itu semua banyak sesuatu yang akan hilang tergerus oleh perkembangan zaman. Kemunculan sistem yang serba digital ini membuat suatu budaya baru karena adanya kegiatan yang terus menerus dilakukan sehingga menjadi kebiasaan dan gaya hidup yang membawa dampak tersendiri bagi masyarakat. Cepat atau lambat penggunaan sistem digital di era milenial ini akan membuat kita memiliki sifat ketergantungan terhadap teknologi digital, bahkan akan melunturkan nilai-nilai kemanusiaan (humanity).
Bahasa verbal, seperti keberadaan silaturahim dan saling bertegur sapa saat ini seperti hanya sebagai ‘hiasan’ semata. Ini tergantikan dengan adanya media sosial sebagai alat komunikasi. Dengan adanya komukasi melalui digital tersebut, perlahan keberadaan dan esensi silaturahim saling bertemu akan tergantikan dan ini akan menjadi candu bagi masyarakat. Budaya silaturahim yang dulu digunakan masyarakat Indonesia beralih fungsi menjadi hiasan dan hanya digunakan hanya ketika dibutuhkan saja, sehingga budaya silaturahim secara perlahan tidak digunakan lagi. Padahal itu karakter dari budaya Timur, lama-kelamaan akan mengikuti budaya Barat, sikap acuh tak acuh, kurang peduli terhadap sesama. Tidak hanya itu, karakter generasi milenial juga punya sifat kurangnya kepedulian, seperti jika melihat ada bencana di jalan (kecelakaan, kebakaran atau yang lainnya) generasi milenial lebih mementingkan gadgetnya untuk mengabadikan momen terlebih dahulu ketimbang menolong korban di jalan.
Disini saya hanya mengritik perilaku milenial yang berlebihan karena adanya teknologi yang mengubah pola hidupnya. Sisi kemanusiaan akan terkikis secara perlahan, kalau tidak diimbangi dengan menanamkan pengetahuan budi pekerti yang baik. Ayo jaga Humanity kita sebagai masyarakat sosial.
Oleh: Fauzan Al Jundi, S.S