Sebelum membahas tentang kekurangan, mari kita kupas sedikit tentang nasib. Nasib dan kekurangan diri sering dianggap sebagai sahabat karib. Banyak diantara kita yang tidak jarang mengatakan bahwa sesuatu yang buruk dalam hidup itu sebagai nasib. Lalu, bijakkah jika segala sesuatu yang buruk terjadi kepada kita, lantas dengan mudah kita menyebutnya dengan, “Ya sudahlah… memang sudah nasib” ?
Menurut Komarudin Hidayat dalam bukunya yang berjudul Psikologi Kebahagiaan “Nasib setiap orang ternyata tidak selalu merupakan garis takdir yang sudah tidak bisa diubah” Namun segala kenyataan yang terjadi di dalam hidup kita bisa juga merupakan akibat atau hasil dari apa yang telah kita perbuat. Semakin positif pikiran dan perbuatan kita, maka kian positif pula nasib hidup kita, begitu pula sebaliknya.
Jadi, jika ada sesuatu yang buruk terjadi dalam hidup kita, maka kita tidak bisa menyalahkan takdir secara sepihak. Idealnya, kita harus bercermin pada diri sendiri, sekiranya apa yang telah membuat hidup dan masalahnya terasa semakin berat dan menjemukan. Sebab besar kemungkinan, apa yang kita hadapi saat ini merupakan buah dari apa yang telah kita lakukan di masa lalu.
Mike Robbins pernah berkata “Many of us are our own worst enemies” yang artinya “Musuh terbesar dalam kehidupan sebenarnya tidak lain adalah diri kita sendiri”.
Banyak kegagalan dalam hidup fatal terjadi sebab seseorang belum mampu mengalahkan “keakuan” dirinya. Ada rasa sakit dari dalam hati jika belum bisa mendapatkan pengakuan atau apresiasi publik atas sebuah prestasi secara materi yang bisa terlihat secara kasatmata. Jadi, jika dipikirkan lagi, usaha yang sebagian besar kita lakukan sebenarnya tidak jauh hanya untuk mendapatkan pujian dari orang lain.
Mungkin bentuk pemikiran seperti ini akan membuat kita sulit untuk menemukan celah dari apa yang menjadi kekurangan kita. Jika tidak dapat pujian, tumbanglah dia dan enggan untuk berusaha lagi. Maka wajar apabila mereka sering mengalami kegagalan hidup seperti ini.
Fenomena pahit yang terjadi dalam hidup kita setelah rangkaian panjang usaha terbaik yang telah dilakukan merupakan bentuk suratan takdir yang sudah ditetapkan. Tetapi, jika kenyataan pahit atau kekurangan dalam diri tersebut hadir sebelum usaha terbaik yang sudah kita lakukan, maka itu bisa kita sebut sebagai nasib yang setiap diri kita bisa mengubahnya.
Lantas, bagaimana bijaknya dalam menyikapi itu semua ?
Tanamkan pola pikir yang positif sebagai langkah awal, maka proses ikhtiar yang dilakukan pun akan menjadi dorongan ambisi untuk mencapai tujuan dan prinsip hidup kita. Dan percaya dirilah karena setiap kelebihan dan kekurangan dari kita adalah suatu potensi yang dapat mengubah hidup kita menjadi lebih baik lagi.
Referensi dari buku : Berdamai Dengan Diri Sendiri “Muthia Sayekti”
Oleh : Wahyu Budy Prasetyo, Amd Kom.